Garut dikenal memiliki sejumlah cerita rakyat yang kaya akan nilai-nilai kehidupan, salah satunya adalah legenda Situ Bagendit, yang telah banyak diangkat ke berbagai media, baik buku maupun layar kaca. Namun, di balik kisah-kisah besar tersebut, ada cerita rakyat yang tak kalah menarik dan menyimpan pelajaran hidup yang mendalam, yaitu legend Batuwangi yang berasal dari Kecamatan Singajaya, Garut.
Cerita rakyat Batuwangi ini telah dikenal luas masyarakat Singajaya dan disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi. Meski tidak sepopuler cerita Situ Bagendit, Batuwangi memiliki alur cerita yang mengandung petuah dan nilai moral yang bisa dijadikan pelajaran hidup.
Dikutip dari tulisan Iin Indrayani, Riksa Bahasa Volume 1, Nomor 1, Maret 2015, legenda Batuwangi berpusat pada tokoh Mbah Dalem, seorang ulama Islam yang tinggal di Singajaya. Mbah Dalem memiliki dua orang anak yaitu seorang putra dan seorang putri.
Suatu hari, putri Mbah Dalem menikah dengan seorang pemuda asal Tasikmalaya, yang membuat Mbah Dalem menggelar sebuah pesta pernikahan besar-besaran. Pesta pernikahan diwarnai dengan berbagai rangkaian acara tradisional, seperti huap lingkung dan pabetot-betot bakakak hayam (pemotongan ayam sebagai bagian dari ritual).
Namun, dalam salah satu rangkaian acara, ketika ayam dipotong, terjadi sebuah kejadian yang mengubah suasana bahagia menjadi tragis. Kepala ayam yang dipotong terjatuh dan menumpahkan noda ke pakaian pengantin wanita, tepat di bagian dada.
Baca juga: Legenda Ki Pande Gelang, Asal Nama Kota Pandeglang
Ketika pengantin wanita panik dan meminta bantuan untuk membersihkan noda, sang kakak laki-laki segera datang untuk membantunya. Namun, kehadiran sang kakak yang hanya berniat membantu disalahartikan pengantin pria.
Sang pengantin pria merasa tindakan sang kakak tidak pantas dan merespons dengan kemarahan yang semakin membesar. Meski pengantin wanita dan kakaknya mencoba menjelaskan bahwa tidak ada maksud buruk dari kejadian tersebut, pengantin pria tetap tidak terima dan semakin marah.
Pertengkaran antara sang kakak dan pengantin pria pun tidak dapat dihindarkan. Ketegangan semakin memuncak hingga kedua pria ini terlibat dalam perkelahian yang sengit.
Pengantin wanita berusaha memisahkan mereka, namun usahanya sia-sia. Pertengkaran yang berlanjut menyebabkan keduanya saling melukai hingga akhirnya mengarah pada peristiwa tragis dimana kedua pria saling membunuh satu sama lain.
Baca juga: Cerita Batu Ampar, Legenda Si Badang Yang Perkasa
Pesta pernikahan yang awalnya diadakan dengan penuh sukacita berakhir dengan kesedihan yang mendalam. Pengantin wanita kehilangan suami dan kakaknya dalam satu kejadian yang mengerikan.
Hancur hatinya, ia pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Mbah Dalem, yang kehilangan dua anaknya dalam waktu bersamaan, sangat terpukul dan merasa sangat bersalah atas tragedi itu.
Sebagai akibat dari tragedi yang menimpa keluarganya, Mbah Dalem bersumpah bahwa ia dan keturunannya, hingga tujuh generasi ke depan, tidak akan pernah memakan kepala ayam. Sumpah ini menjadi pedoman yang sangat dihormati keturunan Mbah Dalem di Singajaya. Bahkan hingga saat ini, para keturunan Mbah Dalem masih memegang teguh sumpah dan menjadikannya sebagai bagian dari warisan moral yang harus dijaga.