By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Legenda Batuwangi dan Sumpah Tujuh Turunan
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Cerita Rakyat > Legenda Batuwangi dan Sumpah Tujuh Turunan
Cerita Rakyat

Legenda Batuwangi dan Sumpah Tujuh Turunan

Achmad Aristyan
Last updated: 25/11/2024 10:16
Achmad Aristyan
Share
Ilustrasi panorama alam kawasan Singajaya, Garut, Jawa Barat. Foto: Tangkapan layar Yotube/Garut Turunan Kidul
SHARE

Garut dikenal memiliki sejumlah cerita rakyat yang kaya akan nilai-nilai kehidupan, salah satunya adalah legenda Situ Bagendit, yang telah banyak diangkat ke berbagai media, baik buku maupun layar kaca. Namun, di balik kisah-kisah besar tersebut, ada cerita rakyat yang tak kalah menarik dan menyimpan pelajaran hidup yang mendalam, yaitu legend Batuwangi yang berasal dari Kecamatan Singajaya, Garut.

Cerita rakyat Batuwangi ini telah dikenal luas masyarakat Singajaya dan disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi. Meski tidak sepopuler cerita Situ Bagendit, Batuwangi memiliki alur cerita yang mengandung petuah dan nilai moral yang bisa dijadikan pelajaran hidup. 

Dikutip dari tulisan Iin Indrayani, Riksa Bahasa Volume 1, Nomor 1, Maret 2015, legenda Batuwangi berpusat pada tokoh Mbah Dalem, seorang ulama Islam yang tinggal di Singajaya. Mbah Dalem memiliki dua orang anak yaitu seorang putra dan seorang putri. 

Suatu hari, putri Mbah Dalem menikah dengan seorang pemuda asal Tasikmalaya, yang membuat Mbah Dalem menggelar sebuah pesta pernikahan besar-besaran. Pesta pernikahan diwarnai dengan berbagai rangkaian acara tradisional, seperti huap lingkung dan pabetot-betot bakakak hayam (pemotongan ayam sebagai bagian dari ritual). 

Namun, dalam salah satu rangkaian acara, ketika ayam dipotong, terjadi sebuah kejadian yang mengubah suasana bahagia menjadi tragis. Kepala ayam yang dipotong terjatuh dan menumpahkan noda ke pakaian pengantin wanita, tepat di bagian dada.

Baca juga: Legenda Ki Pande Gelang, Asal Nama Kota Pandeglang

Ketika pengantin wanita panik dan meminta bantuan untuk membersihkan noda, sang kakak laki-laki segera datang untuk membantunya. Namun, kehadiran sang kakak yang hanya berniat membantu disalahartikan pengantin pria. 

Sang pengantin pria merasa tindakan sang kakak tidak pantas dan merespons dengan kemarahan yang semakin membesar. Meski pengantin wanita dan kakaknya mencoba menjelaskan bahwa tidak ada maksud buruk dari kejadian tersebut, pengantin pria tetap tidak terima dan semakin marah. 

Pertengkaran antara sang kakak dan pengantin pria pun tidak dapat dihindarkan. Ketegangan semakin memuncak hingga kedua pria ini terlibat dalam perkelahian yang sengit.

Pengantin wanita berusaha memisahkan mereka, namun usahanya sia-sia. Pertengkaran yang berlanjut menyebabkan keduanya saling melukai hingga akhirnya mengarah pada peristiwa tragis dimana kedua pria saling membunuh satu sama lain.

Baca juga:  Cerita Batu Ampar, Legenda Si Badang Yang Perkasa

Pesta pernikahan yang awalnya diadakan dengan penuh sukacita berakhir dengan kesedihan yang mendalam. Pengantin wanita kehilangan suami dan kakaknya dalam satu kejadian yang mengerikan. 

Hancur hatinya, ia pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Mbah Dalem, yang kehilangan dua anaknya dalam waktu bersamaan, sangat terpukul dan merasa sangat bersalah atas tragedi itu.

Sebagai akibat dari tragedi yang menimpa keluarganya, Mbah Dalem bersumpah bahwa ia dan keturunannya, hingga tujuh generasi ke depan, tidak akan pernah memakan kepala ayam. Sumpah ini menjadi pedoman yang sangat dihormati keturunan Mbah Dalem di Singajaya. Bahkan hingga saat ini, para keturunan Mbah Dalem masih memegang teguh sumpah dan menjadikannya sebagai bagian dari warisan moral yang harus dijaga. 

You Might Also Like

Sre Saring dan Kisah Anaka yang Ditelan Tempayan Ajaib

Kisah Putra Raja Cindelaras dan Ayam Saktinya

Legenda Pemandian Sembilan Bidadari di Tumatenden Minahasa

Legenda Pulau Simardan, Kisah Anak Durhaka Khianati Ibunya

Legenda Ular Ndaung, Cerita Rakyat Bengkulu

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Achmad Aristyan
Content Writer
Previous Article Pengrajin Topeng Lengger Wonosobo Masih Bertahan
Next Article Ebiet G Ade, Penyanyi Legendaris Dengan Lagu Sarat Makna
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?