Hotel Kresna di Wonosobo merupakan salah satu hotel bersejarah yang memiliki perjalanan panjang sejak zaman kolonial. Hingga kini hotel ini mempertahankan nuansa klasik kolonial yang memberikan pengalaman menginap yang unik bagi para tamunya.
Awal Mula Sejarah
Sejarah Hotel Kresna berkaitan erat dengan penemuan kembali situs-situs peninggalan kerajaan kuno Jawa di Dataran Tinggi Dieng. Menurut penjelasan Aris Sudjono, Front Office Manager Hotel Kresna, hotel ini sudah ada sejak tahun 1912.
Pada tahun 1814, seorang arkeolog Belanda bernama HC Cornelius diutus untuk melihat cagar budaya di Dieng dan Borobudur. Hal ini kemudian dilanjutkan Isidore van Kinsbergen yang diutus mendokumentasikan tempat-tempat di Borobudur dan Dieng.
Hasil riset itu kemudian dilaporkan ke Belanda yang kemudian fotonya disebarkan ke Inggris, Eropa, dan lainnya. Dari situlah menarik orang-orang Eropa untuk datang ke Indonesia. Berdasarkan berita di Koran, pada tahun 1912, pariwisata di Jawa Tengah sudah maju. Hal ini dikarenakan sudah adanya jaringan kereta api maupun kapal laut.
“Diberitakan bahwa tahun 1912 akan dibangun 3 buah hotel di Jawa yaitu hotel di Garut, yang kedua Grand Hotel Jogja, yang ketiga hotel di Wonosobo. Akhirnya hotel di Wonosobo ini baru terealisasi pada tanggal 13 April 1913 menjadi hotel dan tempat pemulihan Dieng.” jelas Aris.
Pada saat itu, hotel ini menjadi tempat pemulihan atau sanatorium untuk penderita penyakit seperti tuberkulosis (TBC) dan malaria.

Pasang Surut Hotel Kresna
Seiring berjalannya waktu, Hotel ini mengalami pasang surut dan sering berganti nama serta manajemen. Awalnya hotel ini bernama Hotel Dieng, kemudian pada tahun 1924, gempa besar mengguncang Wonosobo dan menyebabkan kerusakan pada hotel ini.
Setelah direnovasi, hotel kembali dibuka pada 1 Mei 1926. Lalu, pada tahun 1931, pengelolaan hotel beralih ke J.W. Muthert, seorang warga Belanda yang lahir di Bogor. Di bawah kepemimpinannya, hotel ini berkembang pesat dan menjadi salah satu yang terbaik.
Baca juga: Hotel Kresna Wonosobo, Menginap dengan Nuansa Klasik Kolonial
Namun, situasi berubah drastis dengan pecahnya Perang Dunia II. Pada tahun 1938, Muthert kembali ke Belanda dan tidak pernah kembali ke Indonesia akibat invasi Jerman ke negaranya. Selama pendudukan Jepang, hotel ini digunakan sebagai markas tentara Jepang.

Masa Kemerdekaan dan Perubahan Nama
Setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia pada tahun 1949, Wonosobo menjadi kota kedua yang dikembalikan ke Republik Indonesia. Pada saat itu dilakukan upacara bendara di hotel ini, yang kemudian berganti nama menjadi Hotel Merdeka.
Hotel ini kemudian dikelola oleh HONET (Hotel Nasional & Tourism), organisasi yang mengelola bekas hotel-hotel kolonial.
Pada tahun 1997, hotel ini dibuka kembali dengan nama Hotel Sentra Wonosobo di bawah manajemen PT Southern Pacific Hotel Corporation (SPHC) dari Australia atau Selandia Baru. Namun, krisis moneter tahun 1998 menyebabkan kontrak dengan SPHC dihentikan.
“Terus sekitar beberapa tahun berikutnya yang punya hotel ini membawa seluruh koleksi lukisannya kesini, sehingga hotelnya menjadi semacam galeri, namanya diubah lagi menjadi Galeri Hotel Krisna Wonosobo. Kemudian karena berganti manajemen lagi, namanya diubah lagi menjadi Hotel Krisna Wonosobo sampai saat ini.” jelas Aris Sudjono.
Hotel Krisna Wonosobo kini menjadi salah satu tempat menginap paling bersejarah di Wonosobo. Keberadaan hotel ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah, budaya, dan pariwisata di Wonosobo.