Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, menjadi pusat perayaan Hari Raya Waisak bagi umat Buddha di Indonesia setiap tahunnya.
Tahun ini, puncak peringatan Hari Waisak 2025 dijadwalkan pada 12 Mei dan kembali akan diselenggarakan di kompleks candi Buddha terbesar di dunia ini.
Namun, apa yang melatarbelakangi pemilihan Candi Borobudur sebagai tempat utama perayaan Waisak?
Baca Juga: Wamenkomdigi Dukung Wisata Sejarah Berbasis Platform Digital
Candi Borobudur dan Akar Historisnya
Menurut informasi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud), Candi Borobudur dibangun Dinasti Syailendra pada abad ke-9 Masehi, tepatnya antara tahun 780-840 Masehi.
Candi ini merupakan manifestasi ajaran Buddha Mahayana, yang secara arsitektural menggambarkan perjalanan spiritual manusia dari dunia fana menuju pencerahan atau Nirwana.
Candi ini dibangun dengan konsep Mandala, simbol kosmos dalam ajaran Buddha, dengan tiga tingkatan spiritual yaitu Kamadhatu (alam hawa nafsu), Rupadhatu (alam bentuk), dan Arupadhatu (alam tanpa bentuk).
Bangunan ini terdiri dari 2.672 panel relief dan 504 arca Buddha, serta 72 stupa berlubang yang mengelilingi stupa utama di puncaknya.
Candi Borobudur ditemukan kembali pasukan Inggris di bawah pimpinan Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814 dan proses pembersihan total area candi selesai pada tahun 1835.
Awal Tradisi Waisak di Borobudur
Mengutip dari situs resmi Candi Borobudur, tradisi merayakan Waisak di situs ini sudah dimulai sejak tahun 1929.
Inisiasi awal perayaan Waisak di Borobudur dipelopori Himpunan Teosofi Hindia Belanda, yang kala itu terdiri dari kaum bangsawan Jawa dan orang Eropa.
Namun, perayaan sempat terhenti akibat Revolusi Kemerdekaan Indonesia dan baru dilanjutkan kembali pada tahun 1953.
Ketika proses pemugaran Candi Borobudur dilakukan pada 1973, pusat perayaan sempat dipindahkan ke Candi Mendut yang berada di jalur ritual Waisak.

Makna Perayaan Waisak
Dikutip dari situs resmi Kementerian Agama RI (Kemenag), Waisak merupakan hari suci umat Buddha untuk memperingati Trisuci Waisak, yaitu:
- Kelahiran Siddharta Gautama di Taman Lumbini pada 623 SM,
- Pencapaian Penerangan Sempurna Petapa Gotama di Bodhgaya pada 588 SM,
- Wafatnya Buddha Gotama (Maha Parinibbana) di Kusinara.
Kata “Waisak” sendiri berasal dari bahasa Sansekerta Vaisakha dan Pali Vesakha, merujuk pada nama bulan dalam kalender Buddhis yang biasanya jatuh pada April, Mei, atau awal Juni.
Bagi umat Buddha, Waisak tidak hanya menjadi ajang pemujaan dan doa, melainkan juga sebagai momentum untuk meneladani semangat, kebajikan, dan ajaran moral dari Sang Buddha.
Nilai-nilai seperti kesabaran, kebaikan hati, dan semangat menempuh pencerahan menjadi landasan penting dalam peringatan ini.
Baca Juga: RUU Masyarakat Adat Masuk Prolegnas Lagi, Pemerintah Dorong Pengesahan
Dengan nilai sejarah, spiritualitas, dan filosofi yang begitu dalam, tidak mengherankan jika Candi Borobudur dipilih sebagai lokasi utama perayaan Waisak.
Selain menjadi simbol kejayaan ajaran Buddha di Nusantara, tempat ini juga memberikan suasana khidmat dan sakral dalam setiap prosesi yang dilakukan umat Buddha dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri.