Jeihan Sukmantoro, adalah pelukis Indonesia yang dikenal karena lukisannya menampilkan manusia dengan mata yang dihitamkan. Potret “mata hitam” ini bermula dari keprihatinannya atas pergolakan sosial dan politik pada awal tahun 1960-an. Saat ini metafora mata hitam khas Jeihan bisa dimaknai dengan berbagai cara.
Pria kelahiran Surakarta, 26 September 1938, ini memulai studi lukisnya di Himpunan Budaya Surakarta (HBS). Pada tahun 1960-an, ia pindah ke Bandung untuk belajar seni rupa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun, setelah lima tahun ia mengundurkan diri karena merasa lingkungan studi tersebut membatasi kebebasan kreatifnya.
Mata Hitam
Salah satu gaya lukisan khas Jeihan yaitu mata hitam. Teknik melukis inii berkarakter figuratif dengan mata hitam dan warna datar sederhana. Ciri khas objek lukisannya dapat diidentifikasi dengan ‘mata hitam’ atau ‘mata cekung
Pertama kali Jeihan melukis “Mata Hitam” yaitu pada 1963, melalui karya yang berjudul “Aku”. Karya itu adalah potret diri Jeihan ketika masih berkuliah di ITB. Pada 1965, Jeihan melukis “Gadis” yang menggambarkan sosok perempuan berbaju putih.
Mata hitam dimaknai dengan berbagai cara. Salah satunya adalah mengenai ketidakmampuan manusia biasa dalam meramal masa depan. Mata hitam juga berarti bahwa segala sesuatu yang terlihat baik belum tentu baik begitu juga sebaliknya.
Baca juga: Affandi, Pelukis Maestro dengan 2000 Lukisan
Jeihan juga menjelaskan makna Mata Hitam merupakan respons terhadap segala peristiwa yang terjadi kala itu. “ Itu adalah respons saya terhadap peristiwa-peristiwa politik yang terjadi di dekade 1960-an”ujar Jeihan dalam wawancaranya seperti yang dikutip di laman detikhot.com.
Gaya Mata Hitam ini membuat Jeihan dituduh mengikuti gaya peluki Yahudi Italia, Amadeo Modigliani. Selain itu, Jeihan juga dikenal sering menggunakan warna-warna muda dalam lukisannya.
Menuruti seniman dan jurnalis seni, Bambang Bujono, penggunaan warna muda itu akibat sulitnya ekonomi Indonesia saat itu. Sehingga supaya cat minyak tidak cepat habis, Jeihan mencampur warna-warna cat. Maka dari itu, lukisannya banyak yang berwarna pastel.
Lukisan Mahal
Selama berkarya, Jeihan telah menyelenggarkan pameran kurang lebih 100 kali, menerbitkan enam buku, dan dua film dokumenter. Karyanya banyak dikoleksi kritikus dan kolektor. Jeihan pernah melukis sejumlah tokoh ternama, seperti Mari Elka Pangestu dan Taufiq Kiemas.
Pelukis Mata Hitam ini pernah menjadi salah satu pelukis termahal di Indonesia pada tahun 1985 bersama pelukis favoritnya, Sudjojono. Saat itu ia mengadakan pameran dengan menghargai lukisannya mulai dari Rp 5 juta hingga Rp50 juta.
Hal itu membuat banyak orang heran, karena pelukis Affandi saja tidak mematok harga setinggi itu. Namun. di akhir pameran, Jeihan berhasil menjual dua lukisannya seharga Rp 35 juta dan Rp 50 juta.
Baca juga: Profil Raharyadi Wijayakusumah, Pelukis Kaca dari Cirebon
Puisi Nakal
Selain melukis, Jeihan juga menulis puisi. Dia merupakan bagian dari lingkaran pujangga di Cicadas yang bereksperimen dengan puisi konkrit. Pada tahun 1971, ia mencetuskan istilah “Puisi mBeling” (puisi nakal) untuk mendefinisikan gaya sastra mereka.
Puisi mBeling sering kali dipublikasikan dalam majalah Aktuil, sebuah majalah musik Rock. Jeihan pernah menjabat sebagai editor sastra dan puisi dari tahun 1971–1973. Pada tahun 1978, Jeihan mendirikan studio Seni Rupa Bandung, yang memberikan ruang bagi seniman muda.
Ia juga menjadi anggota komite The World Art and Culture Exchange Association Inc., yang berbasis di New York. Beberapa penghargaan yang diterimanya antara lain “Perintis Seni Rupa Jawa Barat” pada tahun 2006 dan “Penghargaan Anugerah Budaya Kota Bandung” pada tahun 2009. Pada Mei 2012, Jeihan menggelar pameran bertajuk “Soul of Art” yang berlangsung di Passific Place, Jakarta.
Jehian Sukmantoro meninggal dalam usia 81 tahun pada Jumat, 29 November 2019. Dia meninggal di studio lukisnya di Bandung. Pada tanggal 11 November hingga 11 Januari 2024, di Grey Art Gallery sebuah pameran digelar untuk menghormati pelukis Jeihan Sukmantoro, mulai dari lukisan hingga patung tembaga, serta puisi mbeling yang penuh makna. (Diolah dari berbagai sumber)