Kota Pekalongan, salah satu kota pesisir di pantai utara Provinsi Jawa Tengah, memiliki sejarah panjang yang mencerminkan perkembangan budaya, ekonomi, dan pemerintahannya.
Asal-usul nama “Pekalongan” masih menjadi perdebatan. Salah satu teori menyebutkan nama ini berasal dari kata “Halong,” yang berarti “dapat banyak.” Sementara itu, dokumen tertua, “Gouvernements Besluit” Nomor 40 tahun 1931, menunjukkan penulisan “Pek-Alongan.
Kota ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Pekalongan di selatan dan barat, serta Kabupaten Batang di timur.
Berada di lokasi strategis jalur pantai utara Jawa yang menghubungkan Jakarta, Semarang, dan Surabaya, Pekalongan telah menjadi pusat kegiatan ekonomi dan budaya sejak zaman dahulu.
Kota Batik yang Mendunia
Melansir dari pekalongankota.go.id, Pekalongan dikenal sebagai “Kota Batik,” julukan yang mencerminkan keterkaitan erat batik dengan kehidupan masyarakatnya. Sejak abad ke-19, batik telah menjadi mata pencaharian utama penduduk lokal.
Diperkirakan, seni batik mulai berkembang di Pekalongan sekitar tahun 1800. Salah satu motif tertua, motif pohon kecil, tercatat berasal dari tahun 1802.
Perang Diponegoro (1825–1830) menjadi titik penting perkembangan batik di Pekalongan. Perang ini mendorong migrasi besar-besaran keluarga kerajaan Mataram ke pesisir utara seperti Pekalongan.
Para pendatang ini membawa tradisi membatik yang kemudian menyatu dengan gaya lokal. Perpaduan budaya dengan pengaruh Tionghoa, Belanda, Arab, Jepang, dan India menghasilkan motif khas seperti Jlamprang, Encim, Pagi-Sore, dan Hokokai.
Pemerintahan Kolonial dan Masa Kemerdekaan
Pada masa VOC di abad ke-17, Pekalongan menjadi bagian dari sistem pemerintahan sentralistis dengan penguasa pribumi bergelar “regent” (bupati). Reformasi administratif abad ke-19 di bawah pemerintahan Hindia Belanda membagi Jawa menjadi beberapa “gewest” atau residensi.
Pekalongan termasuk bagian dari “Pekalongan Gewest” bersama Brebes, Tegal, Pemalang, dan Batang. Pekalongan memperoleh hak otonomi tahun 1906, berdasarkan “Staatsblad” Nomor 124.
Namun, kekuasaan ini terhenti pada masa pendudukan Jepang (1942–1945). Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, rakyat Pekalongan aktif merebut markas tentara Jepang, hingga akhirnya kota ini berhasil dibebaskan pada 7 Oktober 1945.
Secara resmi, Kota Pekalongan dibentuk pada 14 Agustus 1950 melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950. Seiring perkembangan waktu, wilayah Pekalongan diperluas berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 1988, mencakup empat kecamatan: Pekalongan Utara, Barat, Selatan, dan Timur.
Pusat Budaya
Selain batik, Kota Pekalongan juga memiliki pelabuhan perikanan terbesar di Pulau Jawa. Pelabuhan ini menjadi pusat perdagangan hasil laut, seperti ikan asin, ikan asap, dan kerupuk ikan.
Dari sisi budaya, Pekalongan dikenal dengan tradisi unik seperti Syawalan, perayaan tujuh hari setelah Idulfitri yang dimeriahkan dengan pemotongan lopis raksasa.
Sebagai kota yang kaya akan sejarah, budaya, dan potensi ekonomi, Pekalongan terus berkembang menjadi salah satu pusat kebudayaan dan industri kreatif di Indonesia. (Diolah dari berbagai sumber)