Bima, Nusa Tenggara Barat memiliki salah satu tradisi unik yang biasanya disebut mpaa ntumbu atau ntumbu. Tradisi ini dilakukan dengan mengadu kepala dua pria dewasa layaknya adu kepala domba.
Tepatnya di Desa Maria, Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat ini pengunjung bisa melihat ritual adu kepala atau Mpaa ntumbu. Biasanya ritual ini digelar di halaman mumbung khas masyarakat Bima.
Atraksi Mpaa Ntumbu diketahui sudah eksis sejak zaman kesultanan Bima (abad ke-17). Meski demikian, tradisi ini mulai dikenal luas sejak pihak kerajaana Kesultanan Bima menggelar ritual ini.
Kepala sebagai Senjata
Dilansir dari Indonesia.go.id, ritual Ntumbu sudah ada semenjak ratusan tahun yang lalu saat masa Kesultanan Bima. Kala itu ada seorang prajurit bernama Hamid dari Ntori. Saat perang berlangsung, senjata pasukan Bima dirampas musuh. Lalu, Hamid mengajak para pasukan Bima untuk berani maju dengan hanya mengandalkan kepala mereka sebagai senjata.
Pasukan Bima menyerang dengan menyeruduk ke arah musuh. Dari situlah, Mpaa Ntumbu kemudian dikenal sebagai wujud dari nilai perlawanan terhadap musuh. Tradisi unik ini masih dengan baik masyarakat dan menjadi bagian dari identitas budaya orang Bima.
Mpa’a Ntumbu biasa digelar saat penyambutan tamu acara pernikahan, antar mahar pernikahan, festival budaya, khitanan, penyambutan kepala daerah dan kegiatan penting lainnya.
Tidak Merasa Sakit
Ritual adu kepala dilakukan dengan memilih dua orang yang akan saling membenturkan kepala secara bergantian. Kedua orang itu disebut, “Sabua dou ma te’e sabua dou ma ntumbu” (satu dalam posisi bertahan dan satunya lagi dengan posisi menyerang).
Diiringi dengan tabuhan gendang dan Silu (alat musik dari daun lontar) serta serunai, gong, dan tawa-tawa. para peserta Mpaa Ntumbu kemudian bersiap. Satu peserta akan menyerang, sementara peserta lainnya menerima serangan.
Sebelum bertanding para peserta duduk bersila saling memberikan penghormatan. Masing-masing akan dibekali air yang telah dimantrai pemangku adat. Konon air itu dapat membuat peserta tidak merasakan sakit ketika beradu kepala.
Mantera Kebal
Peserta akan mengambil jarak tertentu sebelum akhirnya mendekat ke arah penerima serangan. Sebelum diserang, peserta akan mengangkat ibu jari sebagai tanda bahwa dia sudah siap. Lalu, peserta pertama menyerang kepala lawan, setelah itu bergantian.
Adu kepala ini menyebabkan suara benturan yang keras. Meski saling membenturkan kepala, tidak ada peserta Ntumbu yang kesakitan apalagi berdarah. Efek kebal itu diyakini berasal dari mantera yang dirapal tetua adat dan air doa. Selain itu, peserta juga berserah sepenuhnya kepada Sang Maha Kuasa sehingga mereka tidak takut dengan rasa takut yang ada.
Pertandingan Ntumbu dipimpin dan diawasi Sando atau “Orang Pintar” yang juga bertugas sebagai wasit. Dalam Ntumbu, tidak ada yang menang ataupun kalah. Bahkan, peserta yang mengikuti Ntumbu tidak akan merasa dendam kepada lawannya.