Tari Cakalele merupakan tarian perang yang menggambarkan perjuangan rakyat Maluku melawan penjajahan. Biasanya tarian ini ditampilkan hingga 30 penari dalam acara-acara adat atau festival seni. Selain itu, gerakan tari Cakalele juga menyimbolkan penghormatan terhadap nenek moyang.
Menurut laman Kemdikbud, kata cakalele berasal dari kata caka yang artinya setan atau roh dan lele yang artinya adalah mengamuk. Secara harfiah, tari cakalele adalah setan atau roh yang mengamuk.
Tarian ini termasuk sakral, sehingga tidak dapat ditarikan oleh orang luar Kepulauan Banda. Tari Cakalele memiliki riwayat sejarah yang cukup panjang dengan masyarakat Maluku.
Tarian Sakral
Kesenian ini merupakan wujud penghormatan pada nenek moyang masyarakat Maluku yaitu seorang pelaut. Sebelum melaut mereka mengadakan ritual pesta makan, minum dan berdansa. Ritual itulah dilambangkan sebagai tari Cakalele.
Tarian dari Maluku ini juga menggambarkan perjuangan rakyat Maluku. Tarian perang ini dipertunjukan untuk memberi semangat bagi pasukan yang akan melawan penjajah. Dengan menari Cakalele, mereka percaya direstu dari arwah leluhur.
Seiring perkembangannya, tari Cakalele juga dipentaskan dalam berbagai upacara adat seperti pelantikan raja, perayaan hari Pattimura, peresmian Baileo dan acara seremonial lainnya.
Ada dua jenis tarian cakalele yang masih digelar. Pertama, tarian yang biasanya dipentaskan pada acara tertentu. Kedua, tarian yang dipentaskan dalam ritual adat yang melibatkan unsur roh.
Tarian Perang
Tari Cakalele biasa ditarikan dalam kelompok besar dengan jumlah penari bisa mencapai 30 orang. Meski merupakan pertunjukan tarian perang, tari ini terdiri dari penari laki-laki dan perempuan.
Penari laki-laki menggunakan properti yang disebut sebagai salawaku. Properti ini terdiri dari parang serta perisai. Sementara itu, penari perempuan akan menggunakan saputangan atau lenso yang dikibas-kibaskannya.
Maknanya adalah untuk memberikan ucapan salam perjuangan dan semangat kepada para prajurit yang akan pergi berperang. Properti lainnya yaitu Samarang yang berupa senjata pedang.
Kostum penari Cakalele didominasi warna cerah seperti merah dan kuning di bagian bawah dan mengenakan penutup kepala disisipi bulu putih. Untuk penari perempuan, mengenakan pakaian adat Maluku dengan didominasi warna putih.
Iringan musik yang digunakan adalah dengan seperangkat alat musik gong, tifa serta bisa. Temponya dimainkan dengan cepat, sehingga penari bergerak dengan semangat.
Keunikan Cakalele
Keunikan dari tari ini adalah teriakan kata uale yang diserukan penari selama beberapa kali. Kata uale berarti darah yang membanjir. Dengan teriakan itu membuat penari semakin bersemangat. Hal ini sesuai dengan situasi perang.
Hal unik lainnya yaitu dulu para penari akan meminum darah dari musuhnya, sebagai wujud persembahan pada roh. Tarian ini juga unik, karena para penarinya didominasi laki-laki
Darah manusia ini sempat diganti dengan darah ayam. Seiring berkembangnya waktu, bagian meminum darah tidak ditampilkan lagi, karena dianggap bukan bagian inti dari tari Cakalele. (Diolah dari berbagai sumber)