Gedung Naskah Linggarjati merupakan saksi sejarah tempat dilaksanakannya Perundingan Linggajati pada bulan November 1946. Bangunan bersejarah ini berada di Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Gedung Perundingan Linggarjati telah ditetapkan sebagai cagar budaya ini menjadi tempat berlangsungnya perundingan antara wakil Indonesia dan Belanda.
Di balik sejarahnya yang panjang, ternyata dulunya sebuah gubuk milik seorang janda bernama Jasitem. Gubuk itu kemudian dirombak seseorang berkebangsaan Belanda.
Sejarah Gedung Naskah Linggarjati
Pada tahun 1935 di dijadikan sebuah hotel bernama Hotel Rustoord. Ketika pemerintahan Jepang menduduki Indonesia, gedung ini pun berubah nama menjadi Hotel Hokay Ryokai. Namun, tahun 1943 gedung ini berhasil direbut pejuang Indonesia.
Saat Indonesia merdeka, namanya diganti menjadi Hotel Merdeka. Barulah di tahun 1946 tepatnya di tanggal 10-13 November, hotel ini menjadi tempat perundingan Linggarjati. Dari perundingan itu selanjutnya namanya diubah menjadi Gedung Naskah Linggarjati.
Setelah perundingan Linggarjati selesai, Gedung Naskah Linggarjati sempat dikuasai pasukan Belanda tepatnya saat agresi militer kedua pada tahun 1948 hingga 1950. Kemudian bangunan dijadikan sebagai sekolah dasar selama 25 tahun.
Pemerintah di tahun 1976 kemudian menyerahkan Gedung Naskah Linggarjati ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk dijadikan museum memorial yang bertahan hingga saat ini.
Perundingan Linggarjati
Gedung Naskah Linggarjati dijadikan tempat perundingan Linggajati yang dihadiri delegasi Belanda yang berangkat dari Jakarta menumpang kapal terbang “Catalina”. Kemudian mereka pindah ke kapal perang “Banckert” yang menjadi hotel terapung selama perjanjian.
Sedangkan, delegasi Indonesia dipimpin Sjahrir menginap di desa Linggasama, sebuah desa dekat Linggarjati. Kedua delegasi mengadakan perundingan yang ditengahi Lord Kilearn, penengah berkebangsaan Inggris.
Nilai penting sejarah Gedung Naskah Linggarjati, terletak pada tahapan perundingan antara Republik Indonesia dengan Belanda. Perundingan Linggarjati menghasilkan tiga isi pokok kesepakatan.
Pokok isi itu adalah pengakuan Belanda secara de facto tentang wilayah kekuasaan Republik Indonesia yang meliputi Sumatra, Jawa, Madura. Belanda meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
Kemudian, Kedua belah pihak sepakat membentuk negara federasi bernama Republik Indonesia Serikat, dengan salah satu negara bagiannya Republik Indonesia. Ketiga, Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
Hingga kini, bangunan ini masih berdiri kokoh. Di dalamnya terdapat barang peninggalan yang dipakai delegasi Pemerintah Indonesia maupun Belanda.
Benda itu antara piano, meja, kursi, lemari hingga tempat tidur. Tata letak barang-barang tersebut ditempatkan sesuai saat perundingan Linggarjati berlangsung. (Dari berbagai sumber)