By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Menyaksikan Manten Kucing, Tradisi Yang Mulai Ditinggalkan
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Tradisi > Menyaksikan Manten Kucing, Tradisi Yang Mulai Ditinggalkan
Tradisi

Menyaksikan Manten Kucing, Tradisi Yang Mulai Ditinggalkan

Anisa Kurniawati
Last updated: 17/01/2025 03:37
Anisa Kurniawati
Share
Prosesi memandikan sepasang kucing dalam tradisi manten kucing Foto: Espos.Id
SHARE

Tradisi meminta hujan mungkin sudah tidak asing lagi. Namun, di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur ada yang unik dari tradisi ini, yaitu mengarak dan memandikan kucing untuk meminta hujan. Tradisi ini dinamakan Manten kucing. 

Dikutip dari balaibahasajatim.kemdikbud.go.id, tradisi manten kucing dilakukan masyarakat di Desa Pelem, Kabupaten Tulungagung. Ritual ini sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda.

Kata “manten” disini bukan berarti menikahkan dua ekor kucing.  Namun, merupakan perlambang memandikan kucing di Telaga Coban dan mengarak dua ekor kucing mengelilingi desa.

Barisan arakan dibuat seperti pernikahan pada umumnya. Biasanya dilanjutkan dengan berbagai kesenian Jawa Timur.

Ritual Sejak Zaman Belanda

Dikutip dari goodnewsfromindonesia.id, sejarah ritual Manten Kucing dimulai saat terjadi kemarau panjang di Desa Palem. Tepatnya pada zaman Belanda tahun 1926.

Suatu ketika sesepuh desa bernama Eyang Sangkrah mandi dengan sepasang kucing di telaga dekat air terjun coban. Ajaibnya, seketika hujan turun dan musim kemarau berakhir. 

Pada saat itu, masyarakat setempat tidak menyebutnya sebagai ritual manten kucing. Istilah ini muncul ketika suatu saat Desa Palem kembali dilanda musim kemarau panjang. Penduduk pun mengajukan permintaan melakukan ngedus kucing.

Selanjutnya pada tahun 1967, Desa Palem kembali mengadakan ritual Manten Kucing, saat dipimpin Suwardi yang masih keturunan Eyang Sangkrah. Ritual ini kemudian menjadi berkembang seiring berjalannya waktu. 

Namun, pada tahun 2010, pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tulungagung melarang ritual ini. Hal ini dikarenakan tradisi Manten Kucing dianggap melecehkan agama. Sejak saat itu, tradisi manten kucing mulai memudar. 

Baca juga: Pantai Midodaren, Destinasi Wisata Baru di Tulungagung

Prosesi Manten Kucing

Dalam pelaksanaannya, kucing yang dipilih dalam ritual itu bukan kucing sembarangan. Kucing harus berasal dari arah paling timur dan arah paling barat dari desa tersebut.

Sepasang kucing itu nantinya di pangkung pria dan wanita yang menggunakan pakaian pengantin. 

Tahapannya dimulai dari barisan kirab pengantin, yang terdiri dari cucuk lampah, domas, pager ayu dan lainnya. Kemudian kedua kucing dimandikan di Telaga Coban. Air telaga itu dicampur dengan kembang dan dibacakan doa-doa. 

Kucing diletakkan di keranjang, lalu diarak mengelilingi kampung menuju lokasi pelaminan. Setelah dibacakan doa-doa, prosesi dilanjutkan dengan prosesi slametan, pembacaan ujub (doa dalam bahasa Jawa) dan diakhiri dengan Tiban. 

Tiban merupakan sebuah tarian yang dilakukan dua orang lelaki bertelanjang dada dengan cara mencambuk satu sama lain menggunakan lidi aren. Manten kucing juga dimeriahkan dengan berbagai kesenian khas Tulungagung, Jawa Timur. 

Meski sudah jarang terdengar, tradisi ini telah menjadi identitas masyarakat Kabupaten Tulungagung.

Selain itu, fungsi sosial yang terdapat dalam ritual adat tersebut adalah membangkitkan keakraban masyarakat di Desa Pelem sekaligus merupakan bentuk rasa syukur atas berkah Tuhan.

You Might Also Like

Tradisi Ojong: Atraksi Adu Ketangkasan dengan Cambuk Rotan

7 Tradisi Unik Perayaan Lebaran dari Berbagai Daerah

Media Berbagi Jelang Ramadhan Melalui Tradisi Punggahan

5 Kebudayaan Unik Suku Mentawai di Sumatera Barat

Hama Tikus Ancam Panen, Gropyok Massal Digelar di Wonokerto Wonosobo

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Kweiya, Legenda Burung Cantik Cendrawasih dari Papua
Next Article Pulau Kambing, Destinasi Tersembunyi di Timur Pulau Madura
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?