Wonosobo, Jawa Teangah, dikenal dengan salah satu kesenian khasnya yaitu tari lengger. Dalam pertunjukannya, kesenian ini tidak lepas dari peran topeng sebagai properti utamanya.
Berbicara topeng Lengger, tentu tak lepas dari tangan-tangan terampil para pengrajin topeng.
Sandi adalah salah satu pengrajin topeng lengger Wonosobo dari kampung Sarimulyo, Kelurahan Jaraksari, Wonosobo. Berawal dari hobinya dengan kesenian lengger, kini membuat topeng lengger menjadi mata pencaharian utamanya.
“Awalnya saya memang suka, dulu kan saya juga punya kesenian lengger. Nah, topeng itu selalu beli. Kemudian daripada dulu beli, saya belajar, lihat, lihat, alhamdulillah bisa buat sendiri dan juga malah bisa jadi mata pencaharian” jelas Sandi.
Proses Pembuatan Topeng
Sandi yang sejak tahun 2006 mulai membuat topeng, menjelaskan bahwa diperlukan waktu sekitar 3 hari untuk membuat satu topeng hingga tahap finishing. Hal ini tergantung pada tingkat kedetailan dan ukurannya.
“Untuk proses pembuatan topeng kayu itu pakai kebanyakan pakai kayu pule. Sebenarnya bisa buat pakai kayu apa saja. Tapi mungkin paling istimewa ini untuk topeng. Karena ringan dan pengrajinnya juga mudah untuk membentuknya.”
Setelah bagian tengah kayu dipotong dibuat segitiga, diseksta, lalu dipahat. Setelah itu, baru dilakukan pengecatan. Biasanya pengecatan dilakukan dua sampai tiga kali tergantung kedetailannya.

Topeng lengger yang dibuat Sandi memiliki karakternya masing-masing. Mulai dari gagahan, alusan, gecul, kasar. Harga-harga topeng yang dijual Sandi bervariasi.
Kisaran harganya mulai dari 100 ribu rupiah untuk topeng yang biasa dipakai anak-anak kecil, hingga 2 juta untuk topeng barongan yang berukuran besar.
Selain itu, topeng jenis Kebo Giro dipatok dengan harga 300 ratus ribu. Pemesannya kebanyakan dari daerah Wonosobo dan sekitarnya. Namun, ada juga pembeli yang dari luar Jawa hingga Eropa.
Baca juga: Sisi Dualitas Sosok Suryadi, Penari Lengger Lanang Wonosobo
Topeng Tertua di Wonosobo
Di tempat Sandi ada topeng lengger tua yang sudah berusia ratusan tahun, yaitu Gondong Keli dan Melik-Melik. Topeng ini dibuat pengrajin asal Sruni, Wonoboso, Mbah Dargo.
Topeng ini sudah tidak pernah dipakai lagi. Namun, di setiap pementasan selalu dibawa.
“Kayak topengnya menjiwai dengan musiknya itu, yang namanya musik Godangkeli, kelayung-layung itu, topengnya juga kayak begitu. Kayak nangis, kayak sedih gitu topengnya” kata Sandi.
Sebagai pengrajin topeng yang masih berusia muda, dia berharap agar generasi muda juga dapat lebih mencintai seni lengger ataupun kesenian lain. Sehingga bisa tetap lestari.