By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Kesenian Sholawat Montro Khas Bantul Sarat Makna Religius
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Kesenian Sholawat Montro Khas Bantul Sarat Makna Religius
Warisan Budaya

Kesenian Sholawat Montro Khas Bantul Sarat Makna Religius

Achmad Aristyan
Last updated: 21/01/2025 15:57
Achmad Aristyan
Share
Tari Montro yang menjadi warisan budaya dari Bantul. Foto: 2022.fky.id
SHARE

Montro, atau Kesenian Sholawat Montro, merupakan salah satu warisan budaya khas yang berasal dari Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Seni ini menonjolkan puji-pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang disampaikan dengan indah melalui tembang, iringan musik tradisional gamelan, dan rebana.  

Asal-Usul Montro  

Melansir dari regional.espos.id, kesenian Montro pertama kali diciptakan Kanjeng Pangeran Yudhanegara, menantu Sultan Hamengkubuwono VIII, pada 11 April 1939.

Kanjeng Pangeran Yudhanegara, tidak hanya seniman tetapi juga panglima laut Hindia Belanda.

Montro berkembang di lingkungan Keraton Yogyakarta, untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Lokasi awalnya adalah di Kauman, Pleret, Bantul, tempat di mana kesenian ini pertama kali muncul dan mulai dikenal. 

Dengan latar belakangnya, ia berhasil menciptakan kesenian yang menggabungkan unsur spiritual dan estetika, menjadikan Montro sebagai simbol perayaan religius dan seni budaya yang indah.  

Perkembangan dan Eksistensi  

Seiring waktu, Montro tidak lagi terbatas pada lingkungan keraton. Kesenian ini merambah masyarakat umum dan menjadi bagian dari tradisi rakyat. 

Hingga saat ini, Montro tetap lestari di Kauman, Pleret, dan terus tampil dalam berbagai acara kebudayaan di Yogyakarta, menjadikannya ikon kebanggaan Kabupaten Bantul.

Dibawah bimbingan maestro kesenian Montro, H. Suratijan, kesenian ini berkembang menjadi dua versi:  

  1. Versi Lama: Tetap mempertahankan tradisi asli.  
  2. Versi Kreasi Baru: Mengadaptasi elemen modern untuk menarik minat generasi muda.  

Montro kini dimainkan dua generasi, yaitu generasi tua (dewasa) dan generasi muda (anak-anak), yang bersama-sama menjaga kelangsungan seni ini.  

Keunikan dan Tata Pertunjukan Montro  

Melansir dari merdeka.com, pentas Montro diawali pembacaan kandha (salam pembuka) yang disampaikan dalang. Lalu, para penampil menyanyikan shalawat dalam bahasa Arab dengan pelafalan khas Jawa, diiringi musik dan tarian.  

Alat musik utamanya rebana dengan berbagai ukuran, masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti kendang, gong, atau kempul. Penampilan dipimpin seorang dalang, sementara para vokalis dan penabuh musik duduk mengelilinginya.  

Jumlah penari antara 8 hingga 10 orang. Tarian dilakukan dengan gerakan yang bervariasi, termasuk duduk, berdiri, dan berjalan kecil. Terkadang, para penari juga bersautan secara serempak, menciptakan suasana yang penuh semangat.  

Warisan Budaya yang Terus Dijaga  

Montro tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarana menyampaikan pesan spiritual dan budaya.

Dengan tampil dalam berbagai acara budaya di Yogyakarta, Kesenian Sholawat Montro berhasil mempertahankan posisinya sebagai seni tradisional yang relevan hingga kini.  

Komitmen masyarakat Pleret, khususnya di Kauman, serta kontribusi seniman seperti H. Suratijan, menjadi kunci utama pelestarian Montro sebagai salah satu kesenian khas Bantul yang membanggakan. (Diolah dari berbagai sumber)

You Might Also Like

Kesenian Toleat, Alat Musik Terinspirasi Permainan Anak Gembala

Candi Banyunibo Sleman, Sebatang Kara di Tengah Persawahan

Jejak Kereta Kuda Kesultanan di Museum Kereta Keraton

Tari Bondan Gambaran Kehidupan Seorang Ibu

Bundengan, Alat Musik Tradisional Wonosobo

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Achmad Aristyan
Content Writer
Previous Article Festival Lagu Melayu Serumpun 2025: Hidupkan Warisan Budaya
Next Article Macan Tutul Jawa Terekam di TN Bromo Tengger Semeru (TNBTS)
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?