Transportasi kereta api di Indonesia memiliki sejarah panjang yang menjadi bagian penting dari pembangunan infrastruktur di negara ini.
Sejumlah stasiun kereta api yang dulunya memegang peran vital sebagai penghubung antar daerah kini telah ditutup, menyisakan kenangan berharga dan cerita sejarah yang menarik untuk dikenang.
Mengapa Stasiun Kereta Api Ditutup?
Berakhirnya operasi beberapa stasiun kereta api di Indonesia terjadi karena berbagai faktor, seperti perubahan kebutuhan transportasi, pembangunan jalur baru, hingga modernisasi infrastruktur.
Beberapa stasiun bahkan memiliki hubungan erat dengan peristiwa sejarah besar, seperti masa pendudukan Jepang dan era kerja paksa Romusha.
Meski tak lagi beroperasi, stasiun-stasiun ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah bangsa. Dilansir dari keretaanakbangsa.com, kereta api pertama hadir di Indonesia pada masa kolonial
Belanda dengan jalur awal Batavia (kini Jakarta) dengan Anyer Kidul di Banten. Namun, perkembangan jalan raya dan moda transportasi lain menyebabkan beberapa jalur dan stasiun ditutup, meninggalkan jejak bersejarah.
Stasiun-Stasiun Kereta Api yang Kini Tinggal Kenangan
Berikut beberapa stasiun kereta api di Indonesia yang kini sudah tidak beroperasi:
- Stasiun Adan-Adan (Jawa Timur): Berada di bawah Daop VII Madiun, stasiun ini dulunya menjadi titik transit yang penting.
- Stasiun Anyer Kidul (Banten): Sebagai bagian dari jalur pengangkutan hasil bumi, stasiun ini resmi ditutup pada tahun 1981.
- Stasiun Saketi-Bayah (Banten): Dibangun pada masa pendudukan Jepang untuk mengangkut batu bara, jalur ini ditutup pada 1951.
- Stasiun Banda Aceh (Aceh): Pernah menjadi pusat transportasi utama di Aceh, kini hanya menyisakan kenangan masa lalu.
- Stasiun Banjarnegara (Jawa Tengah): Dahulu menjadi penghubung daerah pertanian dengan kota besar, kini hanya menjadi situs sejarah.
Jalur Maut: Saketi-Bayah
Salah satu jalur kereta api yang penuh sejarah adalah jalur Saketi-Bayah, dibangun Jepang pada tahun 1943 untuk mengangkut batu bara dari tambang di Bayah.
Jalur ini dikenal sebagai “Jalur Maut” karena pembangunannya melibatkan kerja paksa Romusha.
Jalur ini berhenti beroperasi pada tahun 1951 dan meninggalkan sisa-sisa sejarah berupa pondasi rel dan bekas stasiun. Saat ini, beberapa jalur kereta api nonaktif sedang dalam tahap pertimbangan untuk diaktifkan kembali.
Contohnya, jalur Cigading-Anyer Kidul dan Rangkasbitung-Labuan di Banten.
Reaktivasi ini diharapkan dapat meningkatkan konektivitas, mendukung pertumbuhan ekonomi, serta menjadi langkah untuk melestarikan sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Baca juga: Melihat Perjalanan Sejarah Perkeretaapian di Lawang Sewu
Penutupan Stasiun, Saksi Bisu Sejarah Transportasi
Penutupan stasiun kereta api membawa dampak signifikan bagi masyarakat, seperti hilangnya akses transportasi mudah. Namun, ini juga membuka peluang pengembangan moda transportasi baru.
Harapannya, langkah reaktivasi jalur nonaktif dapat menghidupkan kembali nilai sejarah dan mendukung pembangunan wilayah pedesaan. Walau tak lagi beroperasi, stasiun-stasiun ini menjadi saksi bisu perjalanan panjang Indonesia.
Dengan pelestarian dan reaktivasi yang tepat, jejak sejarah transportasi kereta api dapat terus dikenang generasi mendatang.