Srimpi Lobong merupakan karya seni dari Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921–1939). Nama “lobong” diambil dari judul gendhing utama yang menjadi iringannya, yaitu Gendhing Lobong.
Dilansir dari kratonjogja.id, tari Srimpi Lobong diadaptasi dari Serat Kandha Ringgit Purwo. Tarian ini mengisahkan pertempuran Dyah Dewi Srikandhi dan patih Simbarmanyura Dyah Dewi Suradewati.
Dewi Srikandhi digambarkan sebagai sosok yang tegas dan lantang, sedangkan Dewi Suradewati memiliki paras cantik dan kemampuan luar biasa. Dalam cerita, kedua prajurit tersebut bertarung menggunakan senjata berupa jemparing (panah) dan duwung (keris).
Keduanya bertarung dengan sengit hingga membuat Arjuna kagum. Dia kemudian memberikan senjata pamungkas kepada Dewi Srikandhi yang kemudian bisa mengalahkan Dewi Suradewati. Usai kekalahan itu, Dewi Suradewati diperistri Arjuna dan dibawa ke Madukara.
Peran Penting Sri Sultan Hamengku Buwono VIII
Tarian Srimpi Lobong lahir atas inisiatif Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Tarian ini diciptakan setelah Sultan mendapatkan penghargaan kehormatan dari Gubernur Belanda yang memimpin wilayah Yogyakarta.
Tahun 1920, ketika Gusti Pangeran Harya (GPH) Puruboyo—nama kecil Sultan HB VIII—sedang menempuh pendidikan di Belanda, ayahnya, Sri Sultan HB VII, mengungkapkan niat turun takhta.
Singkatnya, GPH Puruboyo kembali ke Yogyakarta dan dinobatkan menjadi Sultan pada Februari 1921. Proses pengangkatan Sultan HB VIII dirayakan dengan upacara resmi dan beragam hiburan, termasuk dansa dan bedhaya, digelar hingga dini hari. Inspirasi menciptakan syair Srimpi Lobong muncul dari suasana meriah saat pengangkatan Sultan baru.
Pertunjukan Srimpi Lobong
Iringan Srimpi Lobong menggunakan laras slendro pathet manyuro. Gendhing utama, yaitu Gendhing Lobong, menjadi penanda adegan penting dalam tarian. Komposisi musiknya serupa dengan Bedhaya Lobong, namun ada beberapa perbedaan, seperti penggunaan Ladrang tertentu.
Srimpi Lobong memiliki tiga bagian utama: kapang-kapang majeng (awal), inti cerita, dan kapang-kapang mundur (penutupan). Pola lantai tarian ini didominasi gerakan lurus sejajar (erek), tanpa pola diagonal seperti tarian srimpi lainnya.
Dalam adegan perang, para penari tidak langsung bertarung, melainkan menunjukkan kekuatan terlebih dahulu. Properti yang digunakan dalam adegan ini adalah jemparing dan duwung.
Puncak cerita menggambarkan kemenangan Dewi Srikandhi atas Dewi Suradewati dengan iringan Gendhing Lobong. Kostum penarinya terdiri atas rompi, kain bermotif seredan, serta hiasan berupa jamang dan bulu di kepala.
Penari juga dilengkapi aksesori seperti cincin dan hiasan kepala, dengan properti jemparing dan duwung sebagai pelengkap adegan peperangan.
Tari srimpi lobong adalah tarian klasik yang berasal dari Keraton Jogja. Tarian ini memiliki kedudukan istimewa di keraton-keraton Jawa.