Rara Mendut, atau dalam bahasa Jawa disebut “Roro Mendut” adalah sebuah cerita rakyat klasik yang berasal dari Babad Tanah Jawi.
Kisah ini mengangkat kehidupan seorang perempuan cantik dari pesisir Kadipaten Pati, yang hidup pada masa pemerintahan Sultan Agung dari Mataram.
Cerita ini tidak hanya dikenal karena kisah cintanya yang tragis, tetapi juga karena pesan tentang kemandirian perempuan dan kritik terhadap penyalahgunaan kekuasaan.
Latar Belakang Kisah
Melansir dari Liputan6.com, Rara Mendut dikenal sebagai sosok perempuan dengan kecantikan luar biasa. Namun, kecantikannya itu justru menjadi awal dari konflik dalam hidupnya.
Banyak orang terpukau dengan kecantikan Ror0 Mendut, termasuk Adipati Pragola dari Kadipaten Pati dan Tumenggung Wiraguna, seorang panglima perang Sultan Agung.
Tumenggung Wiraguna yang berkuasa menginginkan Rara Mendut menjadi istrinya.
Namun, dengan keberanian yang jarang dimiliki perempuan pada masanya, Rara Mendut menolak permintaan itu dan justru memilih seorang pemuda bernama Pranacitra sebagai kekasihnya.
Penokakanitu itu memicu kemarahan Tumenggung Wiraguna, yang lantas memanfaatkan posisinya dengan menekan Rara Mendut. Ia diwajibkan membayar pajak kerajaan, yang memaksa Rara Mendut mencari cara untuk membayarnya.
Rara Mendut pun memanfaatkan kecantikannya dengan menjual rokok linting yang telah dihisapnya dengan harga tinggi. Tindakan ini menggambarkan kecerdikan seorang perempuan yang menghadapi tekanan dari kekuasaan.
Sayangnya, kisah cinta antara Rara Mendut dan Pranacitra kemudian berakhir tragis, di mana keduanya memilih mati bersama demi mempertahankan cinta mereka.
Makna Sejarah dan Filosofis
Dilansir dari Kompas, kisah Rara Mendut menyimpan banyak nilai filosofis dan sejarah yang relevan hingga masa kini.
Penolakan Rara Mendut terhadap Tumenggung Wiraguna menunjukkan bahwa perempuan Nusantara pada abad ke-17 telah memiliki kesadaran hak dan kehormatan diri, meski itu jarang terjadi.
Tindakan menjual rokok linting dengan cara yang unik juga memperlihatkan bagaimana potensi perempuan digunakan dalam pemasaran, bahkan pada zaman kerajaan.
Selain itu, kisah ini juga mengajarkan bahwa kekuasaan tidak selalu mampu membeli segalanya, terutama cinta dan prinsip hidup.
Dalam Karya Sastra dan Film
Melansir dari ensiklopedia.kemdikbud.go.id, kisah Rara Mendut telah diadaptasi ke dalam berbagai karya sastra dan film.
Salah satu yang paling terkenal adalah novel trilogi karya Y.B. Mangunwijaya, yang terdiri dari Rara Mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri.
Trilogi ini pertama kali diterbitkan dalam format cerita bersambung di harian Kompas pada tahun 1982 hingga 1987, dan kemudian dirilis sebagai buku oleh Gramedia Pustaka Utama (2008).
Selain itu, kisah Rara Mendut juga diadaptasi menjadi film berjudul Roro Mendut pada tahun 1983, disutradarai oleh Ami Prijono. Film ini dibintangi aktor-aktris ternama seperti Meriam Bellina, Mathias Muchus, dan W.D. Mochtar, yang menambah popularitas kisah ini di kalangan masyarakat Indonesia.