Mentari pagi mulai meninggi di Desa Kedungmoro, Kecamatan Kunir, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Di halaman belakang rumahnya, Bunaji (50th) tampak sibuk mengawasi tumpukan dupa yang tengah dijemur.
Bersama beberapa pekerja, ia terus memastikan produksi dupa berjalan lancar. Waktu-waktu seperti ini, saat perayaan Tahun Baru Imlek, merupakan masa panen bagi usahanya.
“Menjelang Imlek, pesanan dupa meningkat sampai 50 persen. Kalau biasanya produksi 80 kilogram sehari, sekarang bisa sampai 120 kilogram,” tutur Bunaji sambil merapikan batang-batang dupa yang sudah kering di jemuran.
Baca juga: Kue Keranjang Ny. Lauw, Ikon Tradisi Imlek Sejak Tahun 60an
Dupa, Tradisi yang Tak Lekang oleh Waktu
Dupa bukan sekadar batang kayu atau arang yang dibakar dan mengeluarkan wangi khas. Dalam banyak budaya, terutama di Bali dan Tionghoa, dupa adalah bagian dari doa, penghormatan kepada leluhur, dan sarana meditasi.
Tak heran, bisnis dupa seperti yang dijalankan Bunaji tetap memiliki pasar yang kuat.
Bunaji memproduksi dua jenis dupa, yakni dupa berbahan kayu dan dupa berbahan arang. Proses pembuatannya kini lebih modern dengan bantuan mesin, tetapi tetap memerlukan ketelatenan.
Kayu atau arang yang telah dihaluskan dicampur dengan bahan perekat alami, lalu dicetak menjadi batang dupa sebelum dijemur di bawah terik matahari.
“Ada yang tanya kenapa nggak pakai oven? Tapi menurut saya, dijemur alami lebih bagus hasilnya. Aromanya juga lebih keluar,” ujarnya sembari menunjukkan batang dupa yang baru saja kering.
Dupa Lumajang Menembus Pasar Bali
Dilansir dari Indonesiakini.go.id, dupa hasil produksi Bunaji tidak hanya beredar di Lumajang, Jawa Timur. Mayoritas pembeli berasal dari Bali, di mana kebutuhan dupa selalu tinggi untuk keperluan upacara adat dan keagamaan.
Dalam sekali pengiriman, ia bisa mengantongi pendapatan bersih Rp2,5 juta. “Yang paling banyak pesan dari Bali. Permintaan di sana selalu ada, jadi saya tetap produksi terus,” katanya.
Satu bungkus dupa seberat satu kilogram ia jual seharga Rp15.000. Dengan meningkatnya pesanan menjelang Imlek, pendapatannya pun ikut melonjak.
Menjaga Warisan, Menghidupi Keluarga
Bagi Bunaji, usaha dupa bukan hanya soal keuntungan. Ia ingin terus menjaga warisan usaha yang sudah turun-temurun di keluarganya. Dengan bisnis ini, ia bisa memberdayakan warga sekitar, memberi lapangan kerja, dan tetap menjaga tradisi yang telah berlangsung lama.
“Saya berharap usaha ini terus berjalan, bisa diwariskan ke anak-anak saya. Selama masih ada orang berdoa dan sembahyang, dupa akan selalu dibutuhkan,” pungkasnya dengan senyum.
Di balik kepulan asap dupa yang menguar ke udara, tercium aroma ketekunan, dedikasi, dan harapan. Seperti dupa yang terus menyala, usaha Bunaji pun terus berkembang, membawa berkah bagi keluarganya dan masyarakat sekitar.