Maestro kaligrafi asal Iran, Kavch Teymouri, memberikan apresiasi tinggi terhadap kemampuan para seniman kaligrafi Indonesia. Ia bahkan mengusulkan para kaligrafer Indonesia menggelar workshop di Iran untuk mempererat pertukaran budaya sekaligus mengembangkan seni kaligrafi.
Teymouri mengungkapkan bahwa kaligrafer Iran sangat senang bisa berinteraksi dan bertukar pikiran dengan kaligrafer Indonesia, yang dikenal sebagai bangsa yang ramah dan penuh senyum.
Ia berharap, para kaligrafer Indonesia terus mengembangkan seni kaligrafi dan menciptakan gaya khat (garis atau tulisan) baru.
“Kita harus menampakkan identitas kita sebagai Muslim melalui kaligrafi,” ujar Teymouri dalam Seminar Internasional bertema “Kaligrafi dan Seni Islam: Harmoni Agama dan Budaya”, yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan MTQ Internasional ke-4 di Jakarta, dilansir dari Kemenag, Jumat (31/1/2025).
Kavch Teymouri juga menceritakan kunjungannya ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Ia sering bertemu dengan para kaligrafer Indonesia dan menilai bahwa mereka telah mengembangkan berbagai jenis khat dalam seni kaligrafi.
Beberapa khat yang berkembang di Indonesia antara lain Naskhi, Tsulutsi, Farisi, dan Kufi, yang digunakan dalam berbagai media seperti mushaf Al-Qur’an, hiasan masjid, dan karya seni lainnya.
“Ada pepatah dari Asia Tenggara yang mengatakan bahwa barang siapa memiliki keahlian menulis kaligrafi yang indah, itu pertanda luhurnya akhlak dan kemuliaan jiwanya,” tambah Teymouri.
Teymouri menegaskan bahwa kaligrafi adalah bentuk pengabdian kepada seni Islam, dan para kaligrafer di Iran merasa seolah-olah berutang budi kepada dunia kaligrafi.
“Karena keberkahan kaligrafi berasal dari Al-Qur’an, segala usaha dan kemampuan yang dimiliki harus dipersembahkan untuk kemajuan seni ini,” ujar Teymouri.
Sementara itu, maestro kaligrafi Indonesia sekaligus Direktur Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an Lemka, Didin Sirajuddin, mengungkapkan bahwa seni kaligrafi di Indonesia terus berkembang pesat.
“Kaligrafi tidak hanya menghiasi gedung dan masjid, tetapi juga berkembang dalam berbagai media seperti lukisan dan dekorasi. Pameran serta workshop kaligrafi semakin marak, menunjukkan bahwa seni ini sejajar dengan seni lukis lainnya,” ungkap Didin.
Didin juga menyebut, pendidikan kaligrafi di Indonesia berkembang pesat, dengan banyaknya sekolah, pesantren, dan sanggar seni yang mengajarkan kaligrafi, termasuk Lemka sejak 1985.
Berkat pendidikan ini, para kaligrafer Indonesia telah meraih berbagai prestasi internasional.
“Di Lemka, kami meyakinkan santri, belajar kaligrafi itu bentuk penghormatan terhadap Al-Qur’an. Belajar menulis sama dengan belajar Al-Qur’an, karena di dalamnya terkandung enam rukun: mengenal, membaca, menulis, memahami, mengamalkan, dan mencintai Al-Qur’an,” ujar Didin.
Dengan perkembangan yang pesat ini, Didin berharap seni kaligrafi Indonesia dapat terus maju dan tidak hanya sekadar menjadi seni hias, tetapi juga sebagai warisan budaya yang memperkuat identitas Islam di Indonesia dan dunia.
“Kaligrafi bukan sekadar keterampilan biasa, melainkan perpaduan antara ilmu, seni, dan filsafat. Setiap huruf dan goresan dalam kaligrafi memiliki teori, aturan, serta makna mendalam,” tutup Didin.
Dengan kolaborasi dan pertukaran budaya yang semakin kuat antara kaligrafer Indonesia dan Iran, diharapkan seni kaligrafi akan semakin berkembang dan mendapatkan pengakuan global sebagai bagian dari kekayaan budaya Islam.