Upaya perlindungan satwa liar di Bentang Alam Raung-Ijen, Jawa Timur, terus dilakukan melalui survei ekstensif yang melibatkan berbagai pihak.
Tim dari Yayasan SINTAS Indonesia dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur menelusuri jejak keberadaan Panthera pardus melas, macan tutul jawa—satu-satunya kucing besar yang tersisa di Pulau Jawa.
Survei ini merupakan bagian dari Java-wide Leopard Survey (JWLS), sebuah inisiatif kolaboratif antara pemerintah, Yayasan SINTAS Indonesia sebagai pemimpin proyek, sektor swasta melalui PT iForte–PT Profesional Telekomunikasi Indonesia, serta organisasi lokal sebagai pelaksana utama di tingkat tapak.
Informasi ini disampaikan dalam siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Nomor: SP. 020/HKLN/PPIP/HMS.3/03/2025, yang dirilis pada 3 Maret 2025.
Baca Juga: Bupati dan Wakil Bupati Wonosobo Pantau Kedisiplinan ASN di Kantor Setda
Menguak Jejak Sang Predator Puncak
Dalam periode Oktober hingga pertengahan November 2024, tim survei memasang 80 kamera pengintai di 40 lokasi yang tersebar di Blok Utara kawasan Raung-Ijen.
Hasilnya cukup menjanjikan, dengan 126 tanda kehadiran satwa liar yang berhasil terdokumentasi, termasuk lima sampel feses yang diduga berasal dari macan tutul jawa.
Saat ini, sampel itu tengah diuji secara genetik di laboratorium Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk memperdalam pemahaman terkait populasi spesies itu.
Namun, di balik harapan akan konservasi, ancaman terhadap habitat tetap menjadi persoalan serius.
Gangguan terhadap ekosistem masih terdeteksi, yang tidak hanya berdampak pada macan tutul jawa, tetapi juga satwa lain seperti lutung jawa (Trachypithecus auratus) dan kijang (Muntiacus muntjak).
“Ancaman ini bukan sekadar kerusakan alam; ini soal masa depan ekosistem yang saling terhubung,” ujar Ummi Farikhah, Koordinator Lapangan, seperti yang dikutip dalam siaran pers KLHK.

Baca Juga: Bupati Wonosobo Soroti Efisiensi Anggaran dan Pendidikan untuk Tekan Kemiskinan
Langkah Strategis untuk Masa Depan Konservasi
Survei ini tidak hanya bertujuan mengumpulkan data populasi, tetapi juga menjadi langkah awal dalam upaya perlindungan jangka panjang.
Kamera-kamera yang telah terpasang akan terus merekam aktivitas satwa liar selama 90 hari ke depan, memberikan gambaran lebih jelas terkait pola pergerakan dan preferensi habitat macan tutul jawa.
Rencananya, penarikan kamera akan dilakukan hingga akhir Februari 2025, dengan harapan hasil yang diperoleh dapat memberikan dasar ilmiah bagi strategi konservasi lebih lanjut.
“Bentang Alam Raung-Ijen bukan sekadar kawasan hijau di peta, tetapi rumah bagi berbagai spesies yang harus tetap lestari. Ketika jejak macan tutul jawa perlahan menghilang dari habitatnya, akankah manusia hanya menjadi saksi atau justru mengambil peran sebagai penjaga kelangsungan hidup mereka?” demikian tertulis dalam siaran pers KLHK.
Upaya yang dilakukan melalui JWLS ini menjadi langkah maju dalam memastikan bahwa sang predator puncak tetap memiliki ruang hidup yang layak di tengah ancaman degradasi habitat.
Baca Juga: Fakta di Balik Meninggalnya Dua Pendaki di Puncak Carstensz