Di tengah arus modernisasi dan perkembangan zaman, SD N 2 Karangduwur Kalikajar menjadi salah satu sekolah yang berkomitmen mempertahankan nilai budaya lokal dan penguatan karakter religius pada anak-anak.
Komitmen ini tercermin dari para tenaga pendidiknya, yang memiliki semangat dan dedikasi tinggi dalam mendidik generasi muda. Tidak hanya mengajarkan pendidikan, namun tenaga pendidik di sekolah ini juga mengenalkan keberagaman lokal.
Lingkungan yang Positif dan Religius
SD N 2 Karangduwur berada di Kawangen, Karangduwur, Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Berada di tengah lingkungan yang agamis, membuat banyak murid yang mengikuti kegiatan keagamaan seperti pengajian dan pengembangan spiritual lainnya.
Sekolah mendukung kegiatan ini karena dinilai dapat memperkuat nilai-nilai karakter dan meningkatkan kualitas pendidikan siswa. Sekolah ini terbagi menjadi dua area yang dibimbing delapan guru, yang terdiri dari enam guru kelas, guru pendidikan jasmani, dan guru agama.
Frendi Pratama Yuda, yang mengajar sebagai guru Pendidikan Jasmani mengaku senang bisa mengajar di sekolah ini. “Senang sekali bisa mengajar di sini. Lingkungannya hangat, bisa guyub, main bareng, dan yang terpenting bisa memotivasi anak-anak agar lebih semangat belajar,” ungkapnya.
Dalam kegiatan sehari-hari, anak-anak diajarkan berbagai pembiasaan positif seperti sholat duha, hafalan Asmaul Husna, surat pendek, dan membaca Al-Qur’an. Hal ini menjadi bagian dari pendidikan karakter religius yang diintegrasikan ke dalam keseharian siswa.
Baca juga: Pendidikan dan Budaya: Pandangan Strategis Korwil Kalikajar untuk SD 2 Karangduwur
Pelestarian Budaya Lokal
Tak hanya pendidikan dan keagamaan, SDN 2 Karangduwur juga diperkenalkan dengan keberagaman budaya lokal. Diantaranya mengenalkan permainan tradisional ke anak-anak. Diantaranya seperti permainan egrang, lompat tali, congklak, kelereng, dan lainnya.
Yuda, Guru Penjas juga menekankan pentingnya peran guru dalam menjaga budaya lokal. Salah satunya melalui pengaplikasian tata krama dan bahasa Jawa, di sekolah.
“Untuk tata krama di sini kan masih sangat kental ya. Untuk bahasa Jawa sendiri masih digunakan, terutama krama inggil.” kata Yuda, Guru Penjas.
Siswa dan guru juga dibiasakan saling memberi salam ketika bertemu. Selain itu, setiap hari Kamis, sesuai anjuran pemerintah, selain menggunakan pakaian adat, juga menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar saat pembelajaran.
Di sisi lain, Lutfi Nur Fatimah, guru kelas 2, mengenalkan budaya kepada anak-anak melalui media digital. “Dengan cara melihatkan, dengan komputer diperlihatkan ke anak-anak. Oh, ini begini caranya tentang budaya, tentang agama.” ujarnya.
Selain itu, kebiasaan bersalaman setiap pagi masih dijaga sebagai salah satu bentuk pelestarian nilai sopan santun.
Baca juga: Hardiknas 2025, Mendikdasmen Tegaskan Pendidikan Sebagai Kunci Peradaban Bangsa

Tantangan dan Harapan
Dalam mengenalkan budaya, ada tantangan yang harus dihadapi. Menurut Yuda, khususnya dalam mengajar siswa kelas bawah, masih perlu pendekatan ekstra. Salah satu kendalanya adalah minimnya pengawasan orang tua di rumah.
“Dari segi belajar di rumah itu, kan kebanyakan daripada di sekolah banyak belajar di rumahnya. Nah di rumah, kadang-kadang orang tuanya kan banyak yang kerja di luar. Jadi pengawasan orang tua itu kurang.” jelas Yuda.
Sebagai harapan ke depan, Yuda ingin budaya dan religiusitas tetap dijaga, baik di lingkungan sekolah maupun di rumah. Sedangkan, Lutfi Nur Fatimah berharap SDN 2 Karangduwur dapat semakin maju, lebih tertib, dan para siswa semakin rajin serta patuh terhadap guru.
Pengalaman dan pandangan dua guru ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan hanya soal akademik, tetapi juga bagaimana sekolah menjadi tempat untuk melestarikan budaya, menanamkan nilai-nilai religius, dan membentuk karakter generasi penerus.