Kementerian Pariwisata (Kemenpar) tengah menyusun regulasi khusus terkait pelaksanaan wisata edukasi. Upaya ini dilakukan guna menciptakan ekosistem wisata yang aman, inklusif, serta memberikan dampak positif, khususnya bagi pelajar.
Hal ini disampaikan Wawenpar, Ni Luh Putu Puspa, dalam acara Diskusi Ngoprek (Ngobrolin Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) yang bertajuk “Dilarang atau Diatur? Mencari Titik Temu Antara Study Tour dan Masa Depan Pariwisata”.
Kebermanfaatan Wisata Edukatif
Diskusi ini digelar Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Forwaparekraf) di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Rabu (14/5). “Wisata edukasi perlu dirancang dengan hati-hati, namun jangan sampai anak-anak kehilangan kesempatan belajar langsung dari lingkungan sekitarnya,” ujar Ni Luh Puspa.
Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak berfokus pada pelarangan, melainkan penyusunan pedoman yang menjamin keselamatan serta kebermanfaatan dari kegiatan wisata edukatif.
“Bukan soal menghasilkan angka pariwisata, tapi bagaimana kegiatan ini memberi manfaat nyata bagi adik-adik kita. Kita ingin solusi jangka panjang, bukan sekadar memadamkan polemik sesaat,” katanya dilansir dari kemenpar.go.id
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenpar, Rizki Handayani, menyambut baik wacana regulasi tersebut, mengingat hingga kini belum ada aturan resmi yang mengatur pelaksanaan wisata edukasi.
“Ini bisa menjadi blessing in disguise. Diskusi seperti ini penting agar kita tidak terjebak pada pelarangan, tapi membahas model penyelenggaraan wisata edukasi yang bertanggung jawab,” ujar Rizki.
Baca juga: Kemenpar dan Kemenkop Perkuat Desa Wisata Lewat Pembentukan Koperasi Merah Putih

Perlunya Standar Nasional Study Tour
Sementara itu, Direktur Utama Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Intan Ayu Kartika, menekankan perlunya standar nasional dalam pelaksanaan study tour. Menurutnya, kegiatan di luar kelas seperti ini penting untuk membentuk karakter siswa, namun harus dilengkapi dengan aturan mengenai jumlah pendamping, materi pembelajaran, hingga aspek transportasi.
Intan menyampaikan TMII sendiri selama ini menjadi salah satu destinasi utama wisata edukatif di Indonesia. Ia menegaskan pentingnya memperkenalkan kebudayaan dan keragaman sejak usia dini.
“Daripada terlalu jauh, TMII menawarkan pengalaman belajar budaya Indonesia yang kaya. Di sinilah anak-anak bisa mengenal akar ke-Indonesia-an mereka,” ujarnya.
Baca juga: Pameran Suluh Sumurup Art Festival 2025, Angkat Kesetaraan dalam Seni Rupa Difabel
Pandangan serupa disampaikan Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim. Ia menilai pelarangan total study tour justru bisa menghilangkan kesempatan pembelajaran kontekstual.
“Yang harus dihindari adalah tour tanpa study. Kita butuh standarisasi, dari proporsi pembimbing, keamanan, sampai substansi edukasinya,” ujar Satriawan.
Seluruh peserta sepakat bahwa regulasi wisata edukasi yang komprehensif sangat diperlukan untuk menciptakan pengalaman belajar yang aman dan bermakna bagi generasi muda.