Dahulu kala, Umbul Jumprit di Temanggung, Jawa Tengah, hanyalah lokasi yang dikenal oleh segelintir orang. Namun, sejak awal 1980-an, tempat ini mulai menarik perhatian banyak pengunjung.
Pengunjung terutama mereka yang ingin berziarah ke makam Ki Jumprit dan merasakan pengalaman mandi kungkum di Umbul Jumprit.
Pemerintah Kabupaten Temanggung menetapkan Jumprit sebagai Kawasan Wanawisata, 18 Januari 1987. Setahun setelahnya, kawasan ini diresmikan Gubernur Jawa Tengah saat itu, HM Ismail.
Jumprit juga tercatat dalam “Serat Centini”, di mana nama Ki Jumprit dihubungkan dengan legenda sebagai seorang ahli nujum di era Kerajaan Majapahit.
Ki Jumprit tidak hanya dikenal karena kesaktiannya, tetapi juga sebagai salah satu putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit. Ia meninggalkan kerajaan untuk menyebarkan ilmu dan kesaktiannya kepada masyarakat.
Perjalanannya yang panjang berakhir di Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung.
Beberapa tokoh masyarakat meyakini Ki Jumprit leluhur masyarakat Temanggung yang tinggal di lereng Gunung Sindoro dan Sumbing. Meski hal ini perlu kajian dari aspek sejarah.
Terdapat beberapa lokasi diyakini Petilasan Ki Jumprit, termasuk makamnya yang terletak tidak jauh dari Umbul Jumprit. Kedua tempat ini menjadi tujuan ziarah yang populer, terutama bagi komunitas tertentu yang melakukan tirakat.
Sebagai seorang ahli nujum, Ki Jumprit pernah meramalkan bahwa Temanggung akan menjadi daerah yang makmur. Sebagian ramalannya terbukti benar.
Para petani di lereng Sumbing dan Sindoro hidup berkecukupan berkat hasil pertanian, terutama tanaman tembakau yang populer sejak awal tahun 1970-an.
Selain itu, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat di Temanggung termasuk yang tertinggi di Jawa Tengah. Meski kini komoditas tembakau tidak lagi bersinar seperti dulu, kesejahteraan masyarakat tetap di atas rata-rata.

Eksotisme Wanawisata Jumprit
Wanawisata Jumprit adalah salah satu objek wisata eksotis di Kabupaten Temanggung. Tempat ini tidak hanya menawarkan wisata hutan, tetapi juga keindahan alam pegunungan yang menakjubkan.
Awal popularitas tempat ini dimulai pada tahun 1980-an, ketika banyak peziarah yang datang untuk berziarah di Makam Ki Jumprit dekat Umbul Jumprit.
Mereka bersemadi di sekitar makam dan mengakhiri ritual dengan mandi kungkum di mata air yang tidak pernah kering.
Kawasan Jumprit terletak pada ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut, berada di lereng Gunung Sindoro, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo. Jaraknya hanya sekitar 26 km dari barat laut Kota Temanggung.
Lokasi ini sangat strategis, berada di jalur wisata Borobudur-Dieng dan Semarang-Bandungan-Dieng, serta dapat diakses dengan mudah dari Wonosobo, Kendal, dan Yogyakarta.
Perjalanan ke Jumprit sangat menyenangkan karena jalan yang sudah diaspal dan panorama alam pegunungan yang menakjubkan.
Wisatawan yang ingin menginap dapat memanfaatkan wisma Perhutani atau berkemah. Mereka juga bisa menikmati udara segar dan keindahan pemandangan saat matahari terbit.
Suasana di kawasan ini cukup dingin, jadi disarankan untuk membawa jaket. Bahkan pada siang hari, pengunjung masih dapat merasakan kesejukan saat memasuki kawasan hutan yang rimbun.
Pengunjung juga akan disambut suara burung yang merdu dan sekawanan kera liar yang mendiami kawasan itu. Konon jumlah kera di sini tidak pernah bertambah atau berkurang.
Baca juga: Pesona Embung Bansari Temanggung di Antara 9 Gunung
Umbul Jumprit: Keberkahan yang Mengalir
Di antara hutan yang lebat, terdapat sebuah bangunan yang menyerupai candi dengan arsitektur mirip peninggalan Majapahit di Mojokerto.
Bangunan kuno ini menjadi gerbang menuju tempat yang dianggap keramat. Di balik bangunan ini terletak Umbul Jumprit, mata air yang digunakan oleh penduduk setempat untuk berbagai keperluan, termasuk mengairi sawah.
Air dari Umbul Jumprit tidak pernah kering, meskipun di musim kemarau. Airnya dingin dan jernih, berasal dari sumber pegunungan, dan turut mengalir ke Sungai Progo.

Banyak peziarah yang datang untuk bermeditasi dan mandi kungkum di sini, terutama pada hari-hari keramat seperti “Selasa Kliwon” dan “Jumat Kliwon”.
Setelah mandi kungkum, peziarah sering membuang pakaian dalam sebagai simbol membuang sial dan berharap rezeki baru akan datang.
Malam 1 Suro juga ramai dihadiri oleh peziarah, terutama karena tradisi Suran Traji yang diadakan di Sendang Sidukun, dengan berbagai ritual menarik.
Umbul Jumprit juga merupakan tempat suci umat Buddha di Indonesia. Air keberkahan diambil dari umbul ini setiap kali upacara Trisuci Waisak di Candi Borobudur, tiga hari sebelum perayaan.
Air dari Jumprit dipercaya dapat memberikan manfaat bagi mereka yang menggunakannya, seperti membuat awet muda, memperlancar rezeki, mendekatkan jodoh, dan membuang sial. (Achmad Aristyan – Sumber: Sejarah dan Mitos Kabupaten Temanggung/Ayuninaahmad)