Dijuluki Nenek Rocker, Laila Sari merupakan artis dan penyanyi kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat. Sering disebut sebagai artis tiga zaman yang berkarya hingga usia senja.
Seniman yang satu ini lahir dengan nama lengkap Nurlaila Sari Jahrotuljannah di Padang Panjang, Sumatra Barat, 4 November 1935. Generasi 90-an mengenal sosok Laila Sari sebagai Neli atau Nenek Lincah dan juga akrab dijuluki sebagai Nenek Rocker. Julukan tersebut populerkan lewat acara Berpacu dalam Melodi yang mengudara di TVRI pada Juni 1990.
Laila terlahir sebagai anak sulung dari pasangan Komarudin dan Rachmawati. Dua tahun setelah kelahiran adik laki-lakinya, Martunus (saat itu usianya baru 4 tahun), sang ayah pergi selamanya. Mereka kemudian pindah ke Jakarta sekitar tahun 1940-an.
Rachmawati bekerja sebagai biduan untuk kelompok tonil, sebutan sandiwara pada masa itu. Dari sana, ia menikah lagi dengan seniman asal Medan bernama Abidin Lubis. Saat itu, Ibu dan ayah tirinya sering bepergian ke luar kota untuk berpentas. Sementara Laila dan adiknya menjadi rebutan antara dua keluarga dari pihak ibu, sehingga mereka terpaksa berpisah.
Setelah sering ditinggal selama tiga tahun, Laila bersikeras pergi mencari ibunya ke penjuru Jakarta ditemani kakeknya. Ketika berusia 8 tahun, ia dipertemukan kembali dengan orang tuanya di daerah Bekasi.
Sejak saat itu, ia menolak ditinggal lagi. Ke mana pun orang tuanya berpentas, Laila akan menjadi penonton paling setia. Hidup bersama rombongan pemain sandiwara, membuat Laila menyukai dunia seni. Dari ayah tirinya ia belajar bermain peran, sedangkan dari ibunya, ia mendalami bidang tarik suara.
Pada usia 9 tahun, Laila pertama kali mempertunjukkan hasil latihannya dalam sebuah tur sandiwara di Pontianak.
Dari Panggung ke Layar Lebar
Selepas kemerdekaan, Laila berkumpul kembali bersama orang tua dan adiknya di Kampung Tangkiwood di Mangga Besar, Jakarta Barat. Pada masa itu, Tangkiwood bisa dikatakan sebagai Hollywood kecil.
Menjadi bagian dari seniman Tangkiwood telah mendatangkan kemakmuran bagi Laila Sari. Dari perkampungan artis itu, ia memberanikan diri untuk mengikuti kelompok-kelompok teater klasik. Kemampuan Laila sebagai penghibur meningkat pesat dalam waktu singkat.
Sepanjang tahun 1950-an, Laila dikenal sebagai penyanyi dan pemain sandiwara terkenal. Ia sering mengadakan pertunjukan keliling kota bersama kelompok Sedap Malam, Sinar Sakti, Dupa Nirmala, Ratu Asia, Senyum Jakarta, dan sebagainya.
Berawal dari perannya sebagai anak-anak di film Air Mata Ibu, Laila kemudian menekuni film lebih serius. Kembang Katjang (1950) merupakan film yang mengawali debutnya sebagai bintang remaja.
Filmnya lainnya yaitu, Burung Merpati (1954), yang berperan sebagai gadis muda kasmaran yang terlibat pernikahan paksa. Ada juga Dinamika (1955) menuntutnya untuk berperan sebagai laskar perempuan yang pandai bermain anggar.
Pada pertengahan 1950-an, Laila memutuskan mengundurkan diri dari dunia film saat kariernya tengah berada di puncak. Film terakhirnya adalah Pertiwi (1955) yang dibintangi aktor legendaris Rd Ismail. Ia menghilang layar lebar selama 15 tahun meski tetap dalam seni panggung.
Laila memutuskan kembali pada 1970-an. Membuat film bersama seniman-seniman generasi baru ternyata tidak mudah. Laila dianggap masih terpengaruh gaya dialog teater klasik yang terdapat dalam film-film 1950-an. Namun dari situ ia banyak belajar.
Meski begitu tampaknya Laila masih menyukai dunia seni panggung, karena sepanjang dekade 1970-an hingga 1980-an, ia hanya muncul di beberapa buah film untuk mengisi peran-peran kecil.
Dalam perjalanannya di atas panggung pula, Laila bertemu dengan suaminya, pelawak Murdadi Iskandar alias Boertje. Sejak awal 1970-an, keduanya terlibat acara sandiwara televisi Komedi Jakarta dan Lenggang Jakarta yang tayang di TVRI selama 7 tahun.
Atas dorongan suaminya, Laila membentuk sebuah grup lawak bernama Laila’s Group. Bersama pelawak Johnny dan Totok Dower, mereka melawak dan menyanyi di bar hotel dan restoran di Jakarta.
Menurut pengakuan Darsih pada tahun 2000-an setelah suami dan ibunya mulai sakit-sakitan dan meninggal, Laila harus bekerja seorang diri menghidupi keluarga besarnya. Pada 20 November 2017 saat berusia 82 tahun, Laila Sari mengembuskan napas terakhir di rumahnya, Tangki, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat, sepulang kerja dari sebuah stasiun televisi.
Atas pengabdiannya selama lebih dari enam dekade di dunia seni, Laila sempat menerima penghargaan Lifetime Achievement dari Silet Award 2016 dan sebuah unit rumah. Penggalangan dana online untuk membantu masa pensiun yang mengumpulkan lebih dari 140 juta rupiah pun sempat diadakan, sebelum akhirnya ia meninggal. (Anisa Kurniawati-Indonesiakaya.com)