Lenong merupakan seni pertunjukan teater tradisional masyarakat Betawi. Dulunya dimainkan sebagai bentuk penentangan terhadap tirani penjajah. Dimainkan dengan lontaran yang ceplas-ceplos penuh humor, yang ternyata merupakan improvisasi suara rakyat sesungguhnya.
Masyarakat Betawi terkenal akan seni pertunjukannya yang bernama Lenong Betawi. Sandiwara ini dimainkan menggunakan bahasa Indonesia berdialek Betawi. Pertunjukan ini merupakan perpaduan antara teater, dialog, gerakan tari dan diiringi dengan musik tradisional.
Menurut beberapa sumber, sejarah Lenong Betawi sendiri memiliki banyak versi. Menurut versi pertama, Lenong berkembang di akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1920-an yang dikembangkan oleh orang China bernama Lian Ong.
Lantaran pelafalannya lama kelamaan berubah menjadi sebuah nama baru yaitu Lenong. Pertunjukan ini mulanya di buat untuk menghibur masyarakat dan khususnya dirinya beserta keluarganya.
Versi lain menyebutkan, seni pertunjukan ini muncul dari obrolan ringan sesama pedagang di pasar. Dari situlah mereka membentuk sebuah kelompok serta menambahkan unsur bunyi-bunyian menggunakan alat dapur sehingga menghasilkan suara nang-neng-nong. Lantaran bunyi dan obrolan serta candaan antar pedagang itu kemudian orang Betawi menyebutnya Lenong.
Seni Penuh Makna
Seni lenong sendiri dipengaruhi oleh pertunjukkan seni opera Eropa, Melayu hingga Tionghoa. Kekhasan dari seni adalah dialog yang mengalir spontan, ceplas-ceplos dan penuh humor. Selain itu, juga diiringi alunan musik Gambang Kromong serta interaksi para pemain dengan penontonnya.
Dari dialog yang ceplas-ceplos tersebut, pertunjukan ini selalu penuh makna dan pesan. Entah itu kritik sosial, pembelaan terhadap kelompok yang lemah, atau respons masyarakat menghadapi dinamika kehidupan sosial.
Seiring dengan perkembangan jaman, Lenong ditampilkan sebagai hiburan dan mulai menjadi pertunjukkan yang digelar di acara-acara khusus, semisal hajatan atau dalam rangka memperingati momen dan hari-hari besar tertentu.
Seni pertunjukan ini hampir punah sebelum kemudian diperkenalkan kembali oleh seniman Betawi. Pada tahun 1969-1970-an, Lenong sempat menjadi seni pertunjukkan yang dipentaskan di Taman Ismail Marzuki (TIM). Lalu pada 1990-an, seni Lenong mulai merambah ke stasiun TV. Mulai dari Lenong Bocah, Lenong Rumpi hingga Lenong Anak.
Secara umum ada dua genre pada Lenong Betawi. Pertama yaitu Lenong Preman yang berisi cerita rakyat/kehidupan rakyat pribumi dalam menentang penjajahan. Genre ini lebih populer karena lebih dekat dengan kehidupan masyarakat.
Persebaran Lenong Preman mencakup di sejumlah tempat di Jakarta, di Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Tangerang Cerita yang dibawakan contohnya seperti, Cerita Si Pitung, Abang Jampang, Wak Item, dll.
Kedua ada Lenong Denes (dinas) yang berisi berdasarkan sudut pandang golongan atas yang saat itu dipegang oleh penjajah. Gaya bahasa yang digunakan cenderung halus sehingga para pemainnya tidak leluasa untuk melakukan humor.
Supaya lucu, maka ditampilkan tokoh dayang atau pembantu yang menggunakan bahasa Betawi. Cerita yang biasa dibawakan misalkan seperti Hikayat Indra Bangsawan dan Hikayat Syah Mardan, atau cerita dari luar seperti Hamlet, Shakespeare dan lainnya.
Lenong merupakan seni pertunjukkan khas Betawi dengan dialog yang mengalir spontan dan dibumbui dengan humor. Seni pertunjukan ini merupakan bentuk tradisi yang merefleksikan identitas masyarakat Betawi yang jujur, apa adanya, terbuka terhadap perbedaan maupun kemajuan jaman. (Anisa Kurniawati-Berbagai Sumber)