By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Membaca Sejarah Salatiga Dari Prasasti Plumpungan
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Membaca Sejarah Salatiga Dari Prasasti Plumpungan
Warisan Budaya

Membaca Sejarah Salatiga Dari Prasasti Plumpungan

Achmad Aristyan
Last updated: 01/11/2024 16:06
Achmad Aristyan
Share
Foto: wikimedia commons
SHARE

Prasasti Plumpungan, berlokasi di Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo tersebut memuat  cikal bakal lahirnya Salatiga. Sejarah tersebut tertulis di sebuah batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170cm, lebar 160cm dengan garis lingkar 5 meter.

Tulisan di prasasti Plumpungan dialihkan oleh Sejarawan dan ahli Epigraf Dr. J. G. de Casparis yang selanjutnya disempurnakan oleh Prof. Dr. R. Ng Poerbatjaraka. Berdasarkan isinya, disebutkan bahwa Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi.

Prasasti ini sendiri berisi mengenai ketetapan hukum tentang status tanah perdikan atau swatantra bagi daerah bernama Hampra yang kini menjadi Salatiga. Perdikan sendiri adalah daerah bebas pajak atau upeti karena memiliki kekhususan tertentu. 

Pemberian perdikan merupakan hal istimewa pada masa itu, karena tidak setiap daerah kekuasaan mendapatkannya. Dasar pemberian daerah perdikan adalah karena pernah benar-benar berjasa kepada seorang raja. 

Baca Juga: Ki Ageng Pandanaran, Legenda Nama Salatiga Bermula

Prasasti tersebut ditulis oleh seorang Citraleka pada tahun 750 Masehi itu. Citraleka, yang sekarang dikenal dengan sebutan penulis atau pujangga, dibantu oleh sejumlah pendeta atau resi dan ditulis dalam bahasa jawa kuno “Srir Astu Swasti Prajabyah” yang berarti “Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian”.

Isi Prasasti

Dilansir dari laman nationalgeographic.co.id, proses awal dalam penulisan di atas batu ini adalah dengan menggunakan getah pada ujung daun mempelam, kemudian dipahatlah Aksara Jawa Kuno sehingga menjadi Prasasti Plumpungan. 

Isi dari Prasasti Plumpungan memuat cukup lengkap informasi. Jika diartikan kurang lebih berbunyi:

“Semoga bahagia. Selamatlah rakyat sekalian. Tahun saka telah berjalan 672/4/31/ pada hari Jumat tengah hari dari beliau, demi agama sebagai dharama bakti kepada Yang Maha Tinggi, telah menganugerahkan sebidang tanah atau tanam, agar memberikan kebahagiaan kepada mereka yaitu Desa Hampra yang terletak di wilayah trigramyama.

Baca Juga: Epigrafi Ajak Masyarakat Kenali Prasasti

Dengan restu dari Siddhadewi berupa daerah bebas pajak atau perdikan dan ditetapkan dengan tulisan aksara atau prasasti yang ditulis menggunakan ujung mempelam dari Beliau yang bernama Bhanu (dan mereka) dengan bangunan suci tahu candi (yaso) ini, selalu menemukan hidup abadi di dalamnya”

Pada intinya isi tersebut menyatakan bahwa desa Hampra yang nantinya menjadi Salatiga, diberikan status Perdikan (dibebaskan dari pajak) karena jasa masyarakat desa tersebut dalam bidang keagamaan. 

Berdasarkan informasi yang ada pada prasasti Plumpungan, tanggal 672/4/31  kemudian menjadi cikal bakal ditetapkannya hari lahir Kota Salatiga. Tanggal tersebut jika dijadikan dalam Masehi menjadi 24 Juli. Ditambah dengan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 1995, kemudian ditetapkan tanggal 24 Juli 750 M sebagai Hari Jadi Salatiga. 

Asal-Usul Nama Salatiga

Menurut Prof. Dr. R Ng. Poerbatjaraka kata ‘Siddhadewi’ adalah nama lain Dewi Trisala. Diduga, penduduk di daerah itu memuja Dewi Trisala. Nama tersebut jika diartikan secara etimologi bahasa menjadi Sala Tri dan akhirnya dikenal sebagai Salatiga.

Namun menurut versi buku Hari Jadi kota Salatiga, wilayah Trigramyama memiliki arti Tri, tiga dan gram yang berarti desa (grama). Dengan demikian Trigramya berarti Tiga Desa atau mempunyai tiga wilayah desa. 

Tiga Desa tersebut adalah Desa Hampra yang sekarang menjadi Dukuh Plumpungan, Desa Puhunan sekarang menjadi Pulutan, dan Desa Praktaha sekarang menjadi Padaan di Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Trigramya inilah yang kemudian berkembang menjadi Salatiga

Baca Juga:Museum Sidik Jari Denpasar, Museum Lukisan Tanpa Kuas

Menurut Warin, seorang pegiat Salatiga Heritage,  penamaan Salatiga berasal dari tiga candi yang terletak tidak jauh dari Plumpungan. Masyarakat setempat menyebut wilayah Salatiga dengan nama Selo Tigo (Selo: batu, Tigo: tiga). 

Hal ini dikarenakan mereka biasa menyebut candi dengan kata ‘selo’ karena bangunan candi memang terbuat dari bahan batu. Saat ini sisa bongkahan-bongkahan candi tersebut disimpan di Museum Salatiga Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo.

(Sumber: visitjawatengah.jatengprov.go.id dan sumber lainnya)

You Might Also Like

Camilan Tradisional Ampo Tuban akan Berstatus Warisan Budaya

Uta Kelo dan Duo Sole, Kuliner Tradisional Khas Palu

Candi Borobudur dan Teknologi Interlock, Arsitektur Hebat Tanpa Semen

Perjalanan Sejarah Wayang Golek Purwa di Tatar Sunda 

Sajian Kue Bingka, Si Manis Lembut Khas Kalimantan Selatan

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Achmad Aristyan
Content Writer
Previous Article Wamenpar Apresiasi Prototipe Pariwisata Berbasis Budaya
Next Article Gethuk Kethek, Jajanan Legendaris Salatiga
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?