Sejak 2 Oktober 2009, batik resmi diakui UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbenda. Kemudian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadikan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2009 yang dikeluarkan pada tanggal 17 November 2009.
Batik, kain bergambar dengan motif khas, telah berabad-abad lamanya dikenal sebagai warisan budaya Indonesia yang mendunia.
Di antara berbagai jenis batik dari berbagai daerah di Indonesia, batik garutan menonjol dengan kekhasannya. Motif dan corak Batik Garutan mencerminkan kearifan lokal wilayah Garut, Jawa Barat.
Situs Galeri Baraya Seni Rupa Indonesia (GBSRI) mencatat, batik garutan telah berkembang secara turun-temurun sejak sebelum Indonesia merdeka.
Pada tahun 1945, Batik Garutan semakin dikenal dengan nama “batik tulis garutan” dan mencapai masa kejayaannya antara tahun 1967 hingga 1985.
Saat ini, batik garutan tetap eksis berkat dedikasi para pengrajin lokal, salah satunya adalah Euis Sukaesih (67), seorang perajin batik asal Kampung Batik Paledang, Garut Kota.
Meski usianya sudah lanjut, Euis tetap semangat untuk terus berkarya. Ia menjelaskan, keterampilan membatiknya diwarisi dari neneknya sejak 1974 dan terus diturunkan kepada anak cucunya.
Baca Juga: Menelusuri Filosofi Motif Batik Khas Indonesia
Ia menerangkan pembuatan batik memakan waktu sekitar 1-2 bulan, dan lama pembuatannya tergantung motif yang harus dibuat. Untuk saat ini, imbuh Euis, dirinya menjual batik melalui keponakannya, untuk dipasarkan kepada pelanggan entah itu secara offline melalui tokonya serta online melalui media sosial yang dimiliki.
“ Ngabatik unggal dinten (membuat batik setiap hari), ini anak ibu (juga bisa membatik), ya turun temurun dari nenek, sampai anak, cucu, cicit, sudah pada bisa,” ujar Euis ketika ditemui di kediamannya di Kampung Batik Paledang, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut (1/10/2024).
Selain Euis, Kristi Jesica (37), pemilik usaha Batik KJ Indonesia, juga berkontribusi dalam melestarikan batik garutan. Kristi mengatakan, penjualan batik garutan stabil, terutama sejak hadirnya Kampung Batik Paledang yang menarik pengunjung dari dalam maupun luar negeri.
“Sejak hadirnya Kampung Batik Paledang) ada (peningkatan penjualan), kebetulan setelah di- branding banyak tamu yang datang ke sini, istilahnya kalau misalkan yang lagi liburan gitu kebetulan jalan-jalan ke sini, browsing-browsing ada yang datang ke sini, dari Jakarta , dari Bandung, Tangerang, ada juga beberapa dari luar negara,” ucapnya.
Ia juga melakukan inovasi produk, seperti syal dan hiasan dinding, untuk menjawab selera pasar yang terus berkembang yang lebih variatif. “Mudah-mudah ke depan ada ready to wear -nya juga,” kata Kristi. (Artikel diolah dari laman resmi pemprov Jabar)