Tradisi Cethingan merupakan salah satu kebiasaan unik di Dusun Lonjong, Kelurahan Ngampin, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Tradisi ini ditandai dengan membawa ceting yaitu bakul berisi nasi dan lauk pauk untuk disantap bersama-sama.
Cethingan sendiri merupakan bagian dari serangkaian acara merti dusun. Biasanya acara ini diadakan menjelang bulan puasa atau ruwahan. Hal ini termasuk unik, karena di daerah lain bulan Ruwan biasanya digunakan untuk menggelar nyadran.
Baca juga: Tradisi Ngebuyu, Acara Seru Rayakan Kelahiran Bayi Baru Lahir
Sajian Makanan
Tradisi Cethingan ditandai dengan berkumpulnya seluruh warga Dusun Lonjong membawa ceting berisi nasi dan lauk pauk. Makanan lantas didoakan dan dilanjutkan dengan kembul bujana atau makan bersama. Biasanya cething berisi nasi, lauk pauk dan ingkung (ayam yang dimasak utuh)
Selain doa keselamatan, juga dipanjatkan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk rezeki yang berlimpah, diberi perlindungan, dan kesejahteraan. Dengan berbagai sajian makanan yang ada, tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur warga atas seluruh nikmat yang diberikan Tuhan. Disamping itu juga sebagai simbol kerukunan warga Ngampin.
Seribu Serabi
Tidak hanya Tradisi Cetingan, dalam merti dusun juga menghadirkan seribu serabi klasik khas Ngampin. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan kembali serabi klasik Ngampin yang asli. Karena biasanya serabi yang dijual sudah dimodifikasi dan dikreasikan.
Proses pembuatan serabi klasik ini dibuat secara langsung oleh warga dan Paguyuban Serabi Ngampin. Bahkan pembuatannya bisa disaksikan secara langsung untuk warga ataupun pengunjung yang datang ke acara itu.
Serabi klasik di Ngampin sendiri memiliki kekhasannya tersendiri. Serabi ini hanya terbuat dari tepung beras dan kelapa. Dua bahan itu dipadukan dengan cara dihaluskan, ditumbuk di lumpang. Sehingga menghasilkan tekstur yang kasar. Tekstur tersebutlah yang membuat serabi klasik Ngampin berbeda. Karena terdapat rasanya krenyes-krenyesnya.
Tradisi Cethingan bukan hanya warisan budaya peninggalan nenek moyang saja. Namun, tradisi ini telah menjadi simbol kerukunan warga Ngampin. Tidak hanya itu, selain untuk melestarikan tradisi peninggalan juga menjadi ajang silaturahmi antar warga. (Diolah dari berbagai sumber)