Kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan respons retaliasi Tiongkok memicu gejolak pasar keuangan global. Kebijakan ini menyebabkan peningkatan arus modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Dampaknya, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
Pelemahan Rupiah tersebut terjadi di tengah libur panjang Idulfitri 1446 H, di mana pasar domestik tidak aktif. Namun, tekanan tetap muncul di pasar valuta asing non-deliverable forward (NDF) yang berada di luar negeri.
Langkah Bank Indonesia
Merespons kondisi tersebut, Bank Indonesia (BI) segera mengambil tindakan melalui intervensi di pasar NDF selama libur Lebaran. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, pada Rabu (9/4), dilansir dari infopublik.id.
“Intervensi dilakukan secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York untuk mengurangi volatilitas,” jelas Ramdan Denny Prakoso.
Menurut Ramdan, keputusan untuk melakukan intervensi telah ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada 7 April 2025. Setelah pasar kembali dibuka pada 8 April, BI memperkuat aksi stabilisasi dengan masuk ke pasar spot dan DNDF.
Selain itu juga membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Langkah ini juga diiringi dengan optimalisasi instrumen likuiditas Rupiah guna menjaga kestabilan sektor perbankan.
“Bank Indonesia juga telah melakukan intervensi secara agresif di pasar domestik sejak awal pembukaan 8 April 2025 dengan intervensi di pasar valas (Spot dan DNDF) serta pembelian SBN di pasar sekunder,” ujar Ramdan.
Langkah-langkah tersebut, lanjut Ramdan, bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan mempertahankan kepercayaan pelaku pasar serta investor terhadap perekonomian nasional.
Baca juga: Gelar Sarasehan Ekonomi, Prabowo Tegaskan Pentingnya Kemandirian Ekonomi
Kondisi Masih Normal dan Terkendali
Sebelumnya, dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa (8/4/2025), Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung menyatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih masih dinilai dalam batas aman.
“Enggak (mengkhawatirkan). Sudah bagus,” kata Juda Agung.
Ia juga menyampaikan bahwa hingga saat ini belum terlihat dampak signifikan terhadap utang luar negeri korporasi, serta menegaskan bahwa strategi mitigasi seperti hedging telah disiapkan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, juga menyatakan bahwa Rupiah relatif lebih stabil
“Nilai tukar rupiah relatif stabil meski ada pelemahan, tetapi dibandingkan negara lain seperti Jepang, kita masih lebih baik,” ujar Airlangga dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, menambahkan bahwa pelemahan nilai tukar masih dalam kategori wajar, mengingat tekanan global yang sedang berlangsung.
“Rupiah yang kita diduga takut lebih dari Rp17.000 sebenarnya ini juga masih dalam batas-batas yang normal. Sehingga itu bisa juga jadi bagian penyerapan tarif yang dibebankan oleh pemerintah Amerika,” ujar Luhut.
Luhut menambahkan bahwa eskalasi perang dagang antara AS dan Tiongkok menjadi salah satu risiko utama yang dapat memperburuk tekanan terhadap perekonomian Indonesia.
Untuk itu, pemerintah bersama BI terus menyusun strategi dan simulasi untuk mengantisipasi skenario terburuk. Kolaborasi ini diharapkan mampu menjaga stabilitas makroekonomi dan kepercayaan investor di tengah ketidakpastian global.