Festival Pacu Jalur menjadi salah satu dari 110 acara dalam Karisma Event Nusantara (KEN) 2023 yang digelar di Propinsi Riau. Selama empat hari, festival ini berhasil memikat perhatian masyarakat Indonesia dan menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Selain keseruan yang ditawarkannya, popularitas Festival Pacu Jalur meningkat berkat aksi para penari cilik yang menghibur dengan tarian mereka di atas perahu.
Bagi Anda yang belum mengenalnya, Pacu Jalur adalah lomba mendayung tradisional yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Perlombaan ini menggunakan perahu yang terbuat dari kayu gelondongan, yang oleh masyarakat Riau disebut “jalur”.
Menggabungkan elemen olahraga dan seni yang menakjubkan, Festival Pacu Jalur pantas diakui sebagai salah satu festival budaya terbaik di Indonesia, yang berhasil menarik perhatian para wisatawan. Menurut data dari Provinsi Riau, festival ini mampu menarik kunjungan hingga 1,3 juta orang.
Baca juga: Festival Serak Gulo: Tradisi Warga Keturunan India Bagikan Gula
Lebih 100 Tahun
Pacu Jalur merupakan tradisi budaya yang telah diwariskan selama lebih dari seratus tahun oleh nenek moyang masyarakat Kuansing. Pada abad ke-17, jalur digunakan sebagai alat transportasi bagi penduduk yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Kuantan.
Seiring berjalannya waktu, jalur yang awalnya hanya berfungsi sebagai transportasi mulai berkembang menjadi perahu yang dihias dengan ukiran yang indah dan khas, dilengkapi dengan payu, selendang, tiang tengah (gulang-gulang), serta lambai-lambai (tempat khusus bagi juru mudi untuk berdiri).
Perkembangan ini membawa lahirnya lomba adu cepat antar jalur, yang sekarang dikenal dengan nama Festival Pacu Jalur. Awalnya, acara ini diadakan untuk merayakan hari raya Islam, seperti Idulfitri di Riau. Namun, selama masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur dijadikan sebagai perayaan hari jadi Ratu Wilhelmina pada tanggal 31 Agustus.
Tukang Tari
Menariknya, tradisi yang telah diwariskan ini mengandung makna dan filosofi yang mendalam, mulai dari pembuatan perahu hingga setiap gerakan tarian yang ditampilkan saat Pacu Jalur.
Proses pembuatan jalur pun tidak dilakukan sembarangan. Sebelum memotong kayu besar, seluruh masyarakat harus melaksanakan ritual untuk menghormati dan meminta izin kepada hutan sebelum mengambil kayu
Satu jalur mampu menampung 50-60 orang (anak pacu), dan setiap individu di dalam perahu memiliki peran yang berbeda. Ada Tukang Concang (komandan atau pemberi aba-aba), Tukang Pinggang (juru mudi), Tukang Onjai (yang memberikan irama dengan gerakan tubuh), serta Tukang Tari atau Anak Coki yang berada di posisi terdepan.
Baca juga: Generasi Muda Didorong Lestarikan Batik Khas Riau
Uniknya, posisi Tukang Tari biasanya diisi oleh anak-anak. Hal ini karena bobot badan mereka yang ringan, sehingga perahu dapat melaju lebih lincah. Gerakan yang dilakukan oleh Anak Coki juga memiliki makna tersendiri.
Anak Coki akan menari di depan jalur ketika perahu yang mereka tumpangi unggul. Setibanya di garis finish, mereka akan langsung bersujud syukur di ujung perahu. Dengan keunikan yang ditawarkan, tidak mengherankan jika Festival Pacu Jalur menjadi salah satu acara yang sangat dinantikan. (Achmad Aristyan)