By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Festival Pacu Jalur, Tradisi Lomba Dayung Tradisional Riau
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Tradisi > Festival Pacu Jalur, Tradisi Lomba Dayung Tradisional Riau
Tradisi

Festival Pacu Jalur, Tradisi Lomba Dayung Tradisional Riau

Ridwan
Last updated: 08/12/2024 23:54
Ridwan
Share
3 Min Read
Anak Coki dalam Festival Pacu Jalur yang selalu menarik perhatian. Foto: wonderfulimages.kemenparekraf.go.id
SHARE

Festival Pacu Jalur menjadi salah satu dari 110 acara dalam Karisma Event Nusantara (KEN) 2023 yang digelar di Propinsi Riau. Selama empat hari, festival ini berhasil memikat perhatian masyarakat Indonesia dan menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Selain keseruan yang ditawarkannya, popularitas Festival Pacu Jalur meningkat berkat aksi para penari cilik yang menghibur dengan tarian mereka di atas perahu.

Bagi Anda yang belum mengenalnya, Pacu Jalur adalah lomba mendayung tradisional yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Perlombaan ini menggunakan perahu yang terbuat dari kayu gelondongan, yang oleh masyarakat Riau disebut “jalur”.

Menggabungkan elemen olahraga dan seni yang menakjubkan, Festival Pacu Jalur pantas diakui sebagai salah satu festival budaya terbaik di Indonesia, yang berhasil menarik perhatian para wisatawan. Menurut data dari Provinsi Riau, festival ini mampu menarik kunjungan hingga 1,3 juta orang.

Baca juga: Festival Serak Gulo: Tradisi Warga Keturunan India Bagikan Gula

Lebih 100 Tahun

Pacu Jalur merupakan tradisi budaya yang telah diwariskan selama lebih dari seratus tahun oleh nenek moyang masyarakat Kuansing. Pada abad ke-17, jalur digunakan sebagai alat transportasi bagi penduduk yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Kuantan.

Seiring berjalannya waktu, jalur yang awalnya hanya berfungsi sebagai transportasi mulai berkembang menjadi perahu yang dihias dengan ukiran yang indah dan khas, dilengkapi dengan payu, selendang, tiang tengah (gulang-gulang), serta lambai-lambai (tempat khusus bagi juru mudi untuk berdiri).

Perkembangan ini membawa lahirnya lomba adu cepat antar jalur, yang sekarang dikenal dengan nama Festival Pacu Jalur. Awalnya, acara ini diadakan untuk merayakan hari raya Islam, seperti Idulfitri di Riau. Namun, selama masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur dijadikan sebagai perayaan hari jadi Ratu Wilhelmina pada tanggal 31 Agustus.

Tukang Tari

Menariknya, tradisi yang telah diwariskan ini mengandung makna dan filosofi yang mendalam, mulai dari pembuatan perahu hingga setiap gerakan tarian yang ditampilkan saat Pacu Jalur.

Proses pembuatan jalur pun tidak dilakukan sembarangan. Sebelum memotong kayu besar, seluruh masyarakat harus melaksanakan ritual untuk menghormati dan meminta izin kepada hutan sebelum mengambil kayu

Satu jalur mampu menampung 50-60 orang (anak pacu), dan setiap individu di dalam perahu memiliki peran yang berbeda. Ada Tukang Concang (komandan atau pemberi aba-aba), Tukang Pinggang (juru mudi), Tukang Onjai (yang memberikan irama dengan gerakan tubuh), serta Tukang Tari atau Anak Coki yang berada di posisi terdepan.

Baca juga: Generasi Muda Didorong Lestarikan Batik Khas Riau

Uniknya, posisi Tukang Tari biasanya diisi oleh anak-anak. Hal ini karena bobot badan mereka yang ringan, sehingga perahu dapat melaju lebih lincah. Gerakan yang dilakukan oleh Anak Coki juga memiliki makna tersendiri.

Anak Coki akan menari di depan jalur ketika perahu yang mereka tumpangi unggul. Setibanya di garis finish, mereka akan langsung bersujud syukur di ujung perahu. Dengan keunikan yang ditawarkan, tidak mengherankan jika Festival Pacu Jalur menjadi salah satu acara yang sangat dinantikan. (Achmad Aristyan)

You Might Also Like

Denyut Ekonomi di Pasar Panggotan Kaliwiro pada Pasaran Pahing

Makna Filosofis Galungan dan Penjor bagi Umat Hindu Bali

Festival Serak Gulo: Tradisi Warga Keturunan India Bagikan Gula

Desa Wisata Aeng Tong-tong, Empu Terbanyak di Dunia!

Mpaa Ntumbu Ritual Adu Kepala Ala Masyarakat Desa Maria Bima

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Ridwan
Content Editor
Previous Article Birdwatching, Menyaksikan Keindahan Burung Endemik Indonesia
Next Article Gunung Wurung, Gunung yang Gagal Dibangun Para Dewa
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?