By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Goenawan Mohammad, Sastrawan ‘Catatan Pinggir’
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Profil > Goenawan Mohammad, Sastrawan ‘Catatan Pinggir’
Profil

Goenawan Mohammad, Sastrawan ‘Catatan Pinggir’

Ridwan
Last updated: 21/10/2024 09:06
Ridwan
Share
3 Min Read
Foto: instagram/ @mohamadgoenawan
SHARE

Goenawan Mohammad, merupakan sastrawan ‘catatan pinggir’ yang tulisannya banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, korupsi, dan sebagainya. Pendiri dan mantan Pemimpin Redaksi Majalah Berita Tempo ini selalu memperjuangkan kebebasan berbicara dan berpikir melalui berbagai tulisan dan organisasi yang didirikan-nya. 

Kelahiran Karangasem Batang, Pekalongan, Jawa Tengah, 29 Juli 1941, Goenawan Mohammad lebih dikenal sebagai seorang penyair. Sejak di kelas VI SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Ia menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. 

Selama menempuh pendidikan, Goenawan mempelajari psikologi di Universitas Indonesia, mempelajari ilmu politik di Belgia dan menjadi Nieman Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Ia juga menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997. 

Tahun 1964, ia pernah ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan 1964 yang mengakibatkannya dilarang menulis di berbagai media umum. Pada 1971, Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan Majalah Mingguan Tempo. Di sana ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Seminggu sekali menulis kolom “Catatan Pinggir” di Majalah Tempo. Ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo)

Jiwa kritisnya membawanya untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994. 

Goenawan Mohamad kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), asosiasi jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. Selain itu, juga memberikan pelatihan bagi para jurnalis tentang bagaimana membuat surat kabar yang profesional dan berbobot. Goenawan juga melakukan reorientasi terhadap majalah mingguan D&R, dari tabloid menjadi majalah politik. 

Pada 1998 setelah Pak Harto diturunkan, Majalah Tempo kembali terbit dengan berbagai perubahan. Tidak lama kemudian, Tempo memperluas usahanya dengan menerbitkan surat kabar harian bernama Koran Tempo.

Beberapa tahun kemudian sekitar Mei 2004, Koran Tempo menuai masalah. Hal ini diakibatkan karena pernyataan Goenawan yang dimuat Koran Tempo pada 12-13 Maret 2003 dinilai telah melakukan pencemaran nama baik bos Arta Graha. Kemudian, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum Goenawan dan Koran Tempo untuk melakukan permintaan maaf. 

Goenawan Mohammad adalah seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas. Selama kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, ia menghasilkan berbagai karya, di antaranya kumpulan puisi dalam Parikesit (1969) dan Interlude (1971), yang diterjemahkan ke bahasa Belanda, Inggris, Jepang, dan Prancis. 

Sebagian eseinya terhimpun dalam Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980), dan Catatan Pinggir (1982). Hingga kini, Goenawan Mohamad banyak menghadiri konferensi baik sebagai pembicara, narasumber maupun peserta. Salah satunya, ia mengikuti konferensi yang diadakan di Gedung Putih pada 2001 dimana Bill Clinton dan Madeleine Albright menjadi tuan rumah.  (Anisa Kurniawati- Sumber: tokoh.id)

You Might Also Like

SD Negeri Selomerto, Menjaga Akar Budaya Jawa Melalui Pendidikan

Siti Aminah Marijo, Pelopor Bekatul Beras Merah di Wonosobo

Ngurah Gede Pemecutan, Pelopor Seni Lukis Sidik Jari dari Bali

Ahmad Tohari, Penulis Fenomenal Ronggeng Dukuh Paruk

Sutradara Guntur Soeharjanto, Dari FTV ke Layar Lebar

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Ridwan
Content Editor
Previous Article Sensasi Wisata Air Terjun Ponot Asahan, Tertinggi di Indonesia
Next Article Carnaval Angso Duo, Lestarikan Budaya dan Geliatkan Ekonomi
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?