By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Istana Djoen Eng, Bangunan Peninggalan Raja Gula Salatiga
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Istana Djoen Eng, Bangunan Peninggalan Raja Gula Salatiga
Warisan Budaya

Istana Djoen Eng, Bangunan Peninggalan Raja Gula Salatiga

Anisa Kurniawati
Last updated: 02/11/2024 01:07
Anisa Kurniawati
Share
Istana Djoen Eng sebelum direnovasi (Foto: Nationalgeographic.co.id)
SHARE

Istana Djoen Eng, merupakan bekas tempat tinggal Kwik Djoen Eng yang dikenal sebagai Raja Gula dari Salatiga, Kwik Djoen Eng. Terletak di Jn. Diponegoro, Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah, bangunan ini pernah digunakan untuk kamp interniran bangsa Belanda, markas polisi dan tentara Indonesia, hingga gedung SMP. 

Setelah kedatangan Belanda, orang Cina di kota Salatiga pada saat itu setara dengan orang Eropa. Hal ini dikarenakan mereka berperan penting dan dijadikan sebagai perantara dalam kegiatan ekonomi orang Eropa.  Salah satunya yaitu Kwik bersaudara yang merupakan pengimpor teh dari Taiwan.

Salah satu dari Kwik bersaudara, yaitu Kwik Djoen Eng. Pada tahun 1920, perusahaannya telah berkembang luas hingga memiliki cabang di seluruh Indonesia maupun luar negeri. Pada tahun 1921, dia membangun tempat tinggalnya di Salatiga. 

Pembuatan bangunan tersebut memakan waktu empat tahun dan diresmikan pada tahun 1925.  Bangunan tersebut memiliki kebun binatang mini, kolam, lapangan tenis, dan kebun kopi. Bangunan induknya memiliki 5 kubah dengan 4 kubah lain yang mengelilinginya. 

Namun sayangnya pada tahun 1930 terjadi krisis ekonomi besar-besaran yang membuat Djoeng Eng mengalami kebangkrutan dan terlilit utang. Untuk melunasi hutangnya, seluruh kompleksnya yang berada di Salatiga disita oleh Javaache Bank.

Alih Fungsi Istana Djoen Eng

Pada 1940, gereja Katolik dari kongregasi Fratres Immaculate Conceptions membeli kompleks Djoen Eng yang ditawarkan oleh Javaache Bank dengan harga rendah dan membiarkan bangunan tersebut kosong sementara. 

Saat tentara Jepang masuk ke Salatiga, bangunan tersebut kemudian dipinjam oleh Gubernemen Hindia Belanda untuk digunakan menjadi kamp interniran bangsa Belanda. Selain itu, sempat juga dijadikan markas polisi dan tentara Indonesia selama beberapa bulan.

Kemudian tahun 1946-1949 dijadikan tangsi tentara Belanda. Pada tahun 1949, Bruder-bruder FIC mulai menempatinya. Bagian belakang gedung digunakan untuk SMP hingga tahun 1974 dan gedung utama dijadikan asrama anak-anak SMP sampai tahun 1966.

Karena kompleks gedung tersebut kurang cocok untuk sekolah dan asrama, maka dilakukan renovasi besar-besaran. Namun, beberapa ruangan hingga saat ini dibiarkan seperti aslinya, seperti ruang makan, ruang rekreasi, interior gedung, tiang pergola di taman, dan gardu 

Pada tahun 1969-1970, karena adanya Institut Roncalli mendapat reaksi positif gedung utama direnovasi. Menara pada atap dan kubahnya dibongkar, karena pada saat itu terdapat anti Cina.  Pada bagian lantai dua dijadikan kamar untuk peserta kursus. 

Meski dilakukan perbaikan, namun gedung tersebut masih mempertahankan bentuk dasar bangunan masih seperti aslinya. Sejak saat itulah, kompleks ini mulai dikenal sebagai Institut Roncalli. Dalam penelitian, pada saat itu Institut Roncalli sendiri adalah tempat yang digunakan para biarawan dan biarawati untuk belajar akar-akar religius sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II. (Sumber: nationalgeographic.co.id dan sumber lainnya)

You Might Also Like

Rujak Soto, Kuliner Nyentrik Khas Banyuwangi

Tari Rong Tek Banyumasan Kreasikan Bunyi Kentongan

Lestarikan Warisan Budaya, Sleman DIY Gelar Festival Rujak

Jaranan Mataraman, Representasi Prajurit Mataram dari Blitar 

Jaran Kencak, Seni Kuda Berhias dari lumajang Jawa Timur

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Iwan Fals, Musisi “Wakil Rakyat” Legendaris
Next Article Kenduri Kematian Budaya Suku Manggarai, Flores
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?