By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Jejak Sitor Situmorang, Maestro Sastra Indonesia
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Profil > Jejak Sitor Situmorang, Maestro Sastra Indonesia
Profil

Jejak Sitor Situmorang, Maestro Sastra Indonesia

Ridwan
Last updated: 19/10/2024 12:22
Ridwan
Share
5 Min Read
Foto: wikimedia commons/ Jusopo M.A.R
SHARE

Sitor Situmorang, penyair legendaris ‘Soekarnois’ merupakan sastrawan yang karya-karyanya penuh makna. Sitor lahir di Tananuli Utara, Sumatera Utara adalah sosok yang telah memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan sastra Indonesia. 

Lahir di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 2 Oktober 1924, Sitor Situmorang adalah sosok yang sudah tak asing dalam dunia sastra Indonesia. Sitor merupakan Sastrawan Angkatan 1945 yang telah menjadi legenda. Menurut sejarawan JJ Rizal, Sitor merupakan sosok penting dalam kebudayaan Indonesia. Namanya setara dengan nama besar lain (melegenda) dalam kesusastraan Indonesia, seperti Pramoedya Ananta Toer. 

Sitor dilahirkan dengan nama Raja Usu di Harianboho, Toba Samosir (kabupaten pengembangan Tapanuli Utara). Dia mengenyam pendidikan di HIS di Balige dan Sibolga, MULO di Tarutung, dan AMS di Batavia (Jakarta). Kemudian pada 1950-1952, Sitor merantau ke Amsterdam dan Paris. Lalu, ia mendalami ilmu sinematografi di Universitas California pada 1956-1957. 

Bisa dikatakan menulis bagi Sitor berlangsung secara otodidak. Pilihannya menjadi penulis berawal dari keterlibatan dirinya sebagai wartawan “Waspada” sebuah harian nasional terbitan Kota Medan. Pada tahun 1950-an, ia berhenti dan memutuskan diri menjadi penyair. Itulah awal kekreativitasan Sitor Situmorang sebagai sastrawan secara intens. 

Sebelumnya, tahun 1943 untuk pertama kali ia menuliskan sebuah puisi, berjudul Kaliurang yang dimuat di majalah Siasat pimpinan HB Jassin. Sedangkan, kumpulan puisi pertama Sitor Situmorang baru terbit tahun 1953, persis setelah sepulangnya dari Eropa. 

Tetap Berkarya dalam Penjara

Beragam karya sastra Sitor yang sudah diterbitkan, antara lain Surat Kertas Hijau (1953), Dalam Sajak (1955), Wajah Tak Bernama (1955), Drama Jalan Mutiara (1954), cerpen Pertempuran dan Salju di Paris (1956), dan terjemahan karya dari John Wyndham, E Du Perron RS Maenocol, M Nijhoff. Karya sastra lain, yang sudah diterbitkan, antara lain puisi Zaman Baru (1962), cerpen Pangeran (1963), dan esai Sastra Revolusioner (1965). 

Esai Sastra Revolusioner sarat dengan kritik-kritik tajam, hal inilah yang mengakibatkan Sitor Situmorang harus mendekam di penjara Gang Tengah Salemba, Jakarta selama 8 tahun  tanpa melalui proses peradilan. Ia dimasukkan begitu saja ke dalam tahanan dengan tuduhan terlibat pemberontakan. Hingga keluar tahanan ia tak pernah tahu apa kesalahannya. 

Sitor tak diizinkan masuk tahanan membawa pulpen atau kertas. Namun, walau berada dalam penjara ia tetap berkarya. Sitor berhasil merilis dua karya sastra, yakni Dinding Waktu (1976) dan Peta Perjalanan (1977). Kedua karya itu diluncurkan masih dalam status Sitor tidak bebas murni sebab ketika kemudian dibebaskan, ia harus menjalani tahanan rumah selama dua tahun.

Baca Juga: Buya Hamka: Sastrawan, Ulama dan Sosok Inspiratif

Sitor Situmorang akhirnya memilih menetap di luar negeri, di Paris. Kemudian sejak tahun 1981, ia diangkat menjadi dosen di Universitas Leiden, Belanda. Sepuluh tahun kemudian pensiun pada tahun 1991. 

Selama melanglang buana di berbagai negara, antara lain di Pakistan, Perancis, dan Belanda ia menghasilkan beragam karya. Antara lain berupa cerpen Danau Toba (1981), Angin Danau (1982), cerita anak-anak Gajah, Harimau, dan Ikan (1981), Guru Simailang dan Mogliani Utusan Raja Rom (1993), Toba Na Sae (1993). 

Selain itu, beberapa karyanya juga diterjemahkan dalam bahasa Belanda, Inggris, Perancis, Cina, Italia, Jerman, Jepang, dan Rusia. Karyanya yang berjudul, Pertempuran dan Salju di Paris (1956) mendapat Hadiah Sastra Nasional 1955 dan kumpulan sajak Peta Perjalanan meraih Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta 1976.

Sitor Situmorang adalah salah satu tokoh yang berpengaruh terhadap dunia sastra di Indonesia dan satu-satunya sastrawan angkatan 45 yang ketika usia 85 tahun masih produktif menulis puisi, esai, maupun cerita pendek. 

Disambut Acara Dzikir Puisi 

Pada tanggal 21 Desember 2014 di Belanda dalam usia 91 tahun, Situ Situmorang mengembuskan nafas terakhir karena usia lanjut. Jenazah penyair ‘Soekarnois’ ini dipulangkan ke tanah kelahiran sesuai wasiatnya pada 1 Januari 2015. 

Jenazah Kepala Suku Sastrawan Angkatan 1945 ini diberangkatkan dari Belanda dan mendarat pada 29 Desember 2014 pukul 18.00 WIB di Bandara Soekarno-Hatta. Begitu tiba, jasad Sitor segera di bawa ke Galeri Nasional, Gambir dan disambut dalam acara dzikir puisi. Kemudian, jenazah Sitor di bawah ke tanah kelahirannya yakni di Harianboho, Pulo Samosir, Sumatera Utara untuk dimakamkan pada 1 Januari 2015. (Anisa Kurniawati-Sumber: tokoh.id)

You Might Also Like

Jejak Kreativitas Augustin Sibarani di Dunia Karikatur Indonesia

Monumen Pahlawan Covid-19 Bukti Solidaritas Warga Bandung

Kisah Maya Azka Inspirasi Film Horor Petaka Gunung Gede

Habiburrahman El Shirazy, Sang Novelis Religius Indonesia

SMP 1 Selomerto Lestarikan Budaya Lewat Karawitan dan Pembelajaran Sehari-hari

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Ridwan
Content Editor
Previous Article Kisah Nyi Widuri, Asal Usul Pantai yang Menyimpan Kenangan
Next Article Tradisi Cheng Beng Didukung Jadi Wisata Budaya Spiritual
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?