Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan pentingnya memanfaatkan kearifan lokal dalam mitigasi bencana.
Salah satu contoh kearifan yang dapat diterapkan adalah ilmu titen, sebuah tradisi yang diwariskan masyarakat Jawa untuk membaca tanda-tanda alam.
Ilmu Titen sebagai Alat Prediksi Bencana
Dwikorita menjelaskan bahwa ilmu titen melibatkan pengamatan terhadap fenomena alam yang terjadi di sekitar kita.
“Jadi pakai ilmu kearifan dengan melihat sekitarnya, kalau orang Jawa ilmu titen, harus mempunyai kearifan melihat sekitar,” ujarnya dilansir dari kompas.tv, Rabu (5/2/2025).
Sebagai contoh, dia menyebutkan bahwa jika awan sudah terlihat tebal dan menghitam, itu pertanda kemungkinan akan terjadi hujan lebat yang disertai kilat dan petir. Bahkan, dalam beberapa kasus, hujan bisa disertai angin puting beliung.
“Biasanya kalau awan sudah tebal, menghitam, itu segera mencari tempat yang aman, masuk ke rumah atau ke gedung ya,” kata Dwikorita.
Menurutnya, tanda-tanda alam ini bisa menjadi peringatan dini bagi masyarakat untuk mengambil langkah-langkah pencegahan sebelum bencana terjadi.
Menggunakan Kearifan Lokal untuk Memprediksi Bencana Alam

Selain itu, ilmu titen juga digunakan orang Jawa untuk membaca potensi bencana alam lainnya, seperti angin puting beliung. Dwikorita menyampaikan bahwa awan yang membentuk ekor atau belalai dapat menjadi tanda akan terjadinya angin puting beliung.
“Kalau sampai ada gambar ekor seperti belalai, itu bisa jadi angin puting beliung,” jelasnya.
Dia mengingatkan agar segera mencari tempat yang aman, menjauh dari pohon atau bangunan yang tidak kokoh, yang berisiko roboh akibat angin kencang.
Ilmu titen juga bisa digunakan untuk memprediksi bencana di wilayah sungai. Jika cuaca cerah tetapi terlihat awan mendung di hulu sungai, maka masyarakat diimbau untuk segera keluar dari area sungai, karena potensi terjadinya banjir bandang semakin besar.
“Segera aja keluar dari sungai, meskipun mendungnya itu masih terlihat di hulu, bisa terjadi banjir bandang, apalagi kalau air sungai tiba-tiba menjadi keruh,” katanya.
Waspadai Bencana di Kawasan Pegunungan
Di kawasan pegunungan, ilmu titen juga dapat digunakan untuk mendeteksi potensi bencana. Dwikorita mencontohkan bahwa jika terlihat retakan atau tanah ambles di lereng gunung, atau jika muncul rembesan air keruh, masyarakat harus segera menjauhi kawasan itu.
“Segeralah menjauh dari lereng gunung,” ujar Dwikorita. Tanda-tanda ini bisa menjadi indikasi akan terjadinya longsor atau bencana alam lainnya yang berbahaya.
Peringatan untuk Musim Hujan 2025
Dengan memasuki puncak musim hujan pada Januari-Februari 2025, Dwikorita mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem yang dapat terjadi di berbagai wilayah Indonesia.
BMKG memprediksi musim hujan akan berlangsung hingga bulan Maret, dan dilanjutkan dengan transisi menuju musim kemarau pada bulan April.
“BMKG memprediksi musim hujan akan berlangsung hingga bulan Maret, sedangkan April transisi dari musim hujan ke musim kemarau,” kata Dwikorita.
Ia juga menambahkan bahwa potensi cuaca ekstrem dapat terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia, dengan lokasi yang bergeser-geser.
“Misalnya dari Sumatera, dari Jakarta, lalu ke Jawa Tengah, ke Jawa Timur, lalu nanti ke Sulawesi, nanti balik lagi ke Jakarta, jadi akan berpindah-pindah tempatnya,” jelasnya.
Pemantauan Cuaca Secara Berkala
Mengingat potensi cuaca ekstrem yang dapat terjadi kapan saja, Dwikorita mengimbau masyarakat untuk selalu memantau perkembangan cuaca melalui kanal resmi BMKG. Dengan cara ini, masyarakat dapat memperoleh informasi terkini dan mempersiapkan langkah mitigasi yang tepat untuk mengurangi risiko bencana.
“Bersiaplah, dan terus memonitor perkembangan cuaca dan informasi yang kami sampaikan,” pungkasnya.