Melalui keputusan sidang ke-19 Intergovernmental Committee on Intangible Cultural Heritage (ICH), pada 4 Desember 2024 di Asunción, Paraguay, kebaya secara resmi ditambahkan ke dalam Daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO.
Kebaya diusulkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia melalui joint nomination bersama Brunei, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Dua model kebaya yang diajukan Tim Nasional Kebaya Indonesia ke UNESCO, yakni Kebaya Kerancang dari DKI dan Kebaya Labuh dari Riau.
“Penetapan Kebaya sebagai WBTB UNESCO merupakan perayaan atas kekayaan sejarah yang dimiliki negara-negara di Asia Tenggara. Inskripsi Kebaya tidak hanya memperkuat jembatan pemahaman antarbudaya, tetapi juga terus dikenakan dan dihargai oleh berbagai komunitas di kawasan ini, menjadikannya simbol identitas dan kebanggaan yang tak lekang oleh waktu,” kata Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Duta Besar Mohamad Oemar.
Dengan penetapan itu, Kebaya resmi menjadi WBTB Indonesia ke-15 yang diinskripsi ke dalam daftar WBTB UNESCO dalam kategori nominasi multinasional kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Dubes Oemar menyatakan bahwa Kebaya mencerminkan perpaduan budaya yang unik di kawasan itu dan menjadi representasi yang luar biasa dari multikulturalisme negara-negara di Asia Tenggara. “Ini menunjukkan komitmen bersama untuk merayakan dan melestarikan warisan budaya yang kaya serta beragam di kawasan ini,” ujarnya.
Duta Besar RI untuk Argentina, Uruguay dan Paraguay, selaku Wakil Ketua Delegasi RI untuk Sidang Komite WBTB Sesi-19 UNESCO Sulaiman Syarif menyampaikan kebanggaannya atas keberhasilan inskripsi Kebaya dalam daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO.
Ia menekankan bahwa pencapaian ini tidak hanya melambangkan kekayaan budaya Indonesia, tetapi juga memperkuat solidaritas dan kerja sama antarnegara di kawasan ASEAN dalam melestarikan warisan budaya yang berharga.
Sementara itu, pada kesempatan terpisah, Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, menyatakan, Kebaya adalah warisan budaya yang menjadi simbol persatuan di kawasan Asia Tenggara. “Penetapan ini adalah pengakuan dunia atas nilai budaya kita yang mendalam serta upaya kita bersama dalam melestarikan kebudayaan,” ungkapnya.
Usulan untuk melakukan pengajuan bersama oleh negara-negara ASEAN muncul dari inisiatif Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Dubes Oemar pada awal akhir 2021, yang kemudian disepakati pada pertemuan tingkat pimpinan Negara oleh Indonesia dan Malaysia.
Kesepakatan ini ditindaklanjuti dan diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan di Jakarta bersama Kementerian Luar Negeri, tim kami (UNESCO), dan Dirjen Kebudayaan Kemenristekdikbud pada Februari 2023.
Melalui mekanisme joint nomination, dua tahu lebih negara bisa mengajukan kebudayaan secara bersama-sama setiap setahun sekali.
Pencatatan kebaya sebagai WBTB UNESCO menandai tonggak penting bagi Asia Tenggara. Selain kebanggaan yang besar, pencatatan ini juga membawa rasa persatuan, tanggung jawab bersama, dan komitmen untuk kerja sama regional dalam perlindungan warisan budaya tak benda.
Selain meningkatkan kesadaran publik tentang warisan bersama ini dan relevansinya dengan masyarakat kontemporer, kegiatan ini juga memberikan kesempatan untuk dialog antarbudaya, serta mendorong upaya kolaboratif untuk perlindungan dan transmisi kebaya kepada generasi mendatang.