Bisa jadi banyak yang baru mendengar nama kesenian Dengklung yang berasal dari Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Kesenian bernafaskan Islam ini merupakan perpaduan unik antara musik tradisional Jawa dan irama Timur Tengah.
Nama “Dengklung” sendiri merujuk pada alat musik yang digunakan dalam pertunjukan ini. Dikutip dari regional.espos.id, Dengklung diambil dari bunyi instrumen yang dibunyikan yakni dheng bunyi dari kendhang dan klung dari kemung.
Media Dakwah
Perkembangan kesenian Dengklung di Kabupaten Batang muncul sekitar abad ke-18, seiring dengan masuknya agama Islam. Pada awalnya dengklung dibawa dari kelompok jemaah masjid yang dipimpin para ulama dan pemuka agama.
Mereka menginginkan supaya agama Islam di Batang semakin berkembang. Oleh sebab itu, sehabis salat berjemaah, para santri dan ulama di Batang berkumpul dan mengadakan selawatan, puji-pujian, diiringi genderang.
Kesenian ini akhirnya digunakan sebagai media dakwah dalam menyebarkan agama Islam. Karena sebagai media berdakwah, dengklung tidak boleh dipentaskan pada sembarang waktu.
Selain itu, Dengklung juga berfungsi sebagai media upacara adat yang bersifat keagamaan. Upacara itu seperti upacara selamatan, tingkeban (tujuh bulan usia kehamilan anak pertama), kelahiran, perkawinan, khitanan, dan kematian.
Baca juga: Asal Usul (Kota) Batang Dan Kisah Ki Ageng Bahurekso
Pertunjukan Bernafaskan Religi
Dengklung dari Kabupaten Batang merupakan jenis kesenian selawatan. Instrumen yang digunakan adalah genderang (semacam terbang), atau biasa disebut kendhang buntung karena bentuknya seperti kendhang yang terpotong.
Alat musik yang digunakan pada kesenian dari Batang ini berjumlah 7 buah kendhang buntung jemling, bibit, kemung, kempur, jidhur, kendhang dan tamri.
Ciri khas lain dari kesenian ini adalah penggunaan syair-syair Islami dalam bahasa Arab. Syair ini berisi puji-pujian dan kisah kehidupan Rasulullah SAW yang diambil dari kitab Al Berzanzi atau yang biasa disebut berjanjen.
Semula jenis kesenian yang menggunakan instrumen terbang bernama selawatan, tetapi kesenian ini berkembang ke daerah lain, sehingga setiap daerah memiliki nama sendiri-sendiri
Hingga kini meski masih tetap bernafaskan Islam, seiring dengan perkembangannya, kesenian ini juga digunakan sebagai media hiburan.