Danau Rawa Pening selama ini dikenal sebagai salah satu tujuan wisata populer Kabupaten Semarang, Jawa Timur. Danau ini berada di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Banyubiru, Tuntang, dan Kecamatan Ambarawa. Dibalik keindahannya, Rawa Pening ternyata memiliki legenda yang terkenal.
Dikisahkan ada sepasang suami istri yang bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta. Mereka tinggal di Desa Ngasem, sebuah desa yang berada di lembah antara Gunung Telomoyo dan Merbabu. Pasangan ini disegani karena sering membantu warga.
Suatu ketika, Nyai Selakanta yang sudah lama tidak memiliki keturunan, berkeinginan untuk memiliki seorang anak. Mendengar hal tersebut, Ki Hajar memutuskan bertapa di Gunung Telomoyo agar dimudahkan untuk memiliki anak.
Berwujud Naga
Pertapaan Ki Hajar dilakukan hingga berbulan-bulan. Hingga suatu hari, tiba-tiba Nyai Selakanta mengandung bayi. Setelah sembilan bulan, bayi yang ditunggu-tunggu lahir. Namun, Nyai Selakanta kaget karena anak yang dilahirkan memiliki wujud naga.
Meski begitu, ia tetap berbesar hati merawat sang anak hingga tumbuh dewasa. Anak ini ia beri nama Baru Klinting, sesuai dengan nama tombak dari ayahnya. Beranjak dewasa, Baru Klinting bertanya mengenai ayahnya. Nyi Selakantan menjawab bahwa ia mempunyai ayah yang bernama Ki Hajar dan sedang bertapa di Gunung Telomoyo.
Sang ibu menyarankan Baru Klinting mencari ayahnya. Baru Klinting dibekali pusaka tombak ayahnya supaya dikenali. Akhirnya, ia pun pergi ke Gunung Telomoyo dan menemukan pertapaan Ki Hajar.
Mulanya Ki Hajar tidak percaya jika Baru Klinting adalah anaknya. Baru setelah meminta Baru Klinting untuk mengitari Gunung Telomoyo, dia percaya. Ki Hajar mengetahui cara agar Baru Klinting berubah ke wujud manusia dengan bertapa di Bukit Tugur.
Baca juga: Legenda Putri Tujuh dan Asal Usul Nama Kota Dumai
Diselamatkan Lesung
Bukti Tugur berlokasinya di Desa Pathok, yang dikenal warganya yang sombong. Saat musim panen, warga desa hendak mengadakan pesta besar-besaran. Mereka berburu hingga sampai di bukit. Disana mereka menemukan sebuah naga, yang mana itu adalah Baru Klinting yang sedang bertapa.
Warga desa akhirnya memotong naga itu sebagai konsumsi untuk pesta. Saat pesta dimulai, datanglah seorang laki-laki yang ternyata adalah wujud baru dari Baru Klinting. Anak tersebut meminta makanan kepada warga desa.
Akan tetapi, karena penampilannya yang penuh luka, berbau amis dan seperti pengemis, warga menolak keberadaannya. Untungnya, ada perempuan bernama Nyi Lantung yang memberikannya makanan lezat. Nyi Lantung pun mengakui kalau warga desa memang punya sifat buruk.
Mendengar hal itu Baru Klinting hendak memberinya pelajaran. Dia menancapkan lidi di tengah desa. Kemudian dia menantang semua warga untuk menunjukkan kehebatannya, dengan membuktikan kalau mereka bisa mencabut lidi yang ditancapkan Baru Klinting.
Baca juga: Cerita Batu Ampar, Legenda Si Badang Yang Perkasa
Warga desa mencoba untuk mencabutnya, namun tidak ada yang berhasil. Akhirnya, Baru Klinting pun mencabut lidi. Akan tetapi, dari lidi yang dicabut keluarlah air yang sangat deras, menenggelamkan desa yang berisi orang angkuh.
Hanya ada satu orang yang selamat yaitu Nyi Lantung yang menaiki lesung sebagai perahu. Hal ini dikarenakan sebelum menancapkan lidi, Baru Klinting berpesan supaya Nyi Lantung menyiapkan lesung ketika mendengar suara gemuruh.
Lama- kelamaan air tersebut menjadi genangan yang amat luas. Sejak saat itu, genangan yang menjadi danau itu disebut sebagai Rawa Pening.