Dumai, salah satu kota yang berjarak sekira 201 km dari Pekanbaru, ibu kota Riau. Sejumlah sumber menyebut, sejarah nama kota Dumai berasal dari legenda Putri Tujuh. Nama Dumai berasal dari kata D’umai yang asalnya dari ucapan Pangeran Empang Kuala saat melihat Putri Mayang Sari.
Dirangkum dari sumber laman indonesiakaya.com kisah Putri Tujuh sebagai berikut. Dahulu kala, di Kerajaan Seri Bunga Tanjung terdapat pemimpin bernama Cik Sima dengan ketujuh putri yang anggun dan rupawan. Putri bungsu yang bernama Mayang Sari dikenal sebagai putri paling cantik.
Di suatu hari yang cerah, ketujuh putri Cik Sima pergi mandi di Sungai Lubuk Sarong Umai. Kala itu, ada Pangeran Empang Kuala yang berasal dari kerajaan seberang melintasi sungai. Pangeran langsung terpesona, terlebih kepada satu orang yaitu Putri Mayang Sari.
Menolak Pinangan
Sekembalinya ke kerajaan asalnya, Pangeran Empang Kuala berniat meminang Putri Mayang Sari. Dia kemudian mengirim utusan ke Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Sesampainya disana, utusan itu mengeluarkan simbol pinangan berupa tepak sirih.
Menurut adat Kerajaan Seri Bunga Tanjung, putri pertama adalah yang paling berhak untuk menerima pinangan terlebih dahulu. Maka dari itu sebagai seorang pemimpin yang teguh memegang adat.
Ratu Cik Sima pun membalas pinangan Pangeran Empang Kuala dengan mengisi pinang dan gambir pada combol paling besar di antara tujuh buah combol yang ada di tepak sirih itu. Sementara enam combol lain yang ada di tepak sirih sengaja tidak diisi sehingga tetap kosong. Tindakan itu menyimbolkan bahwa putri tertualah yang berhak menerima pinangan terlebih dahulu.
Melalui balasan itu, Cik Sima memberi isyarat bahwa pinangan Pangeran Empang Kuala akan diterima putri pertamanya bukan oleh putri bungsunya yang bernama Mayang Sari. Utusan Pangeran Empang Kuala pun kembali menyampaikan hasil pinangan.
Baca juga: Cut Caya dan Cut Cani, Cerita Persahabatan dari Aceh
Akhir Tragis
Mengetahui pinangannya ditolak, sang pangeran dibutakan amarah. Dia pun mengirim panglima dan prajuritnya untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Di tengah sengitnya perang, Cik Sima mengajak semua putrinya bersembunyi di hutan. Setelah menyembunyikan putrinya di sebuah lubang aman, Cik Sima kembali ke medan perang
Peperangan berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Banyak prajurit dan rakyat yang gugur. Tak sanggup melihat keadaan itu, Cik Sima akhirnya meminta bantuan kepada para makhluk halus yang sedang bertapa di bukit hulu Sungai Umai.
Permintaan ini pun disetujui. Semua prajurit Pangeran Empang Kuala yang sedang beristirahat di bawah pohon bakau pada malam hari tidak berdaya karena ribuan bakau yang berjatuhan. Melihat hal tersebut, Cik Sima mengirim pesan perdamaian.
Baca juga: Legenda Ki Pande Gelang, Asal Nama Kota Pandeglang
Menerima pesan itu, Pangeran Empang Kuala tersadar bahwa dirinyalah yang memulai peperangan ini. Akhirnya, ia memerintahkan pasukannya untuk segera kembali ke Negeri Empang Kuala.
Setelah peperangan berakhir, Cik Sima bergegas kembali ke hutan, tempat ia menyembunyikan ketujuh putrinya. Namun, malang bagi Cik Sima karena ia tidak ingat untuk membekali ketujuh putrinya dengan makanan yang cukup.
Setibanya di sana, ia dihadapkan pada takdir yang memilukan. Ketujuh putrinya meninggal akibat kelaparan dan kehausan. Ditinggal ketujuh putrinya, Cik Sima pun kehilangan semangat hidup, dia berangsur-angsur jatuh sakit sampai akhirnya meninggal dunia.