Kesenian Lodong Gejlig lahir dari masyarakat Sunda Di Jawa Barat yang sebagian besar mata pencaharianya adalah nyadap kawung (mengambil air nira atau aren). Senin Lodong Gejlig lahir dari alat musik tradisional dari Tasikmalaya yang terbuat dari bambu wadah air nira.
Kesenian Lodong Gejlig ini mulai berdiri pada tahun 1991. Nama Lodong Gejlig berasal dari dua kata, yaitu lodong yang berarti bambu besar yang digunakan sebagai wadah air nira. Sedangkan gejlig berarti dihempaskan, karena cara mainnya dihempaskan ke tanah.
Dihempaskan ke Tanah
Dilansir dari “Jurnal Analisis Kesenian Lodong Gejlig Di Kampung Sukatani Desamandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya” oleh Vivi Hanifah Nurbaeti dkk, kesenian ini mulanya diperkenalkan Elon Dahlan.
Pada saat itu, alat musik ini dikolaborasikan dengan Gitar yang terbuat dari seng dan dinamai tardong. Kesenian ini kemudian diteruskan Usep Tatan Turyana dan namanya diubah menjadi Lodong Gejlig. Hal ini karena cara memainkan dengan dihempaskan ketanah.
Usep kemudian mendirikan Sanggar Sekar Galih untuk mewadahi kesenian ini. Hingga akhirnya kesenian ini berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas.
Baca juga: Melihat Kejayaan Cirebon di Gedung Pusaka Keraton Kanoman
Lahir dari Petani
Lodong Gejlig sendiri lahir dari masyarakat Sunda di Sukatani, Desa Mandalagiri. Masyarakat disana sebagian besar mata pencahariannya adalah nyadap kawung. Untuk menyadap kawung ini masyarakat membuat sebuah alat dari bambu yang kemudian disebut sebagai lodong.
Supaya tidak ada kebocoran, para petani akan menghempaskan dulu ketanah, jika tidak ada bunyi, maka lodong itu ada kebocoran. Dari sinilah masyarakat memiliki ide untuk menciptakan sebuah kesenian sebagai hiburan melepaskan kepenatan setelah seharian bekerja.
Alat musik lodong gejilig menghasilkan nada dari ketukan lodong ke tanah, karena cara memainkan dengan dihempaskan atau digejligkan ketanah. Lodong berukuran besar akan menghasilkan nada rendah, sedangkan lodong yang berukuran kecil akan menghasilkan nada yang lebih tinggi.
Baca juga: Tradisi Badabus Dari Ritual Kebatinan Ke Seni Beladiri
Warisan Budaya
Kesenian ini dimainkan secara berkelompok, baik laki-laki maupun perempuan. Satu kelompok bisa terdiri dari 5 hingga 7 orang. Pertunjukan ini biasanya ditampilkan pada ruangan terbuka yang beralaskan tanah atau benda padat agar dapat memberikan bunyi.
Tadinya kesenian ini hanya di tampilkan dengan lodong saja. Namun seiring perkembangannya, kesenian ini mulai dimainkan bersama dengan gamelan, terompet, angklung, hingga keyboard.
Lodong gejlig biasanya digunakan sebagai mengisi berbagai acara seperti hajatan, prosesi penerimaan tamu pejabat, syukuran panen raya, dan hajat laut. Lagu yang dimainkan biasanya berupa tembang-tembang sunda.
Lodong Gejlig meski mengalami pasang surut namun tetap eksis dilestarikan. Kesenian ini telah menjadi bagian warisan budaya yang ada di Indonesia. Maka dari itu penting sekali menjaga keaslian kesenian ini. (Dari berbagai sumber)