Bila kita berwisata ke Solo, tepatnya di Jl Ahmad Yani nomor 387, Surakarta, Jawa Tengah, atau sekitar dua kilometer dari Stasiun Purwosari, kita akan menemukan bangunan cagar bertuliskan “Lokananta”. Bangunan ini merupakan studio rekaman musik legendaris yang berada di Solo, Jawa Tengah. Nama studio ini tidak asing lagi bagi penggemar musik era 1960 hingga 1990-an.
Lokananta dibangun atas usul Kepala Jawatan Radio Republik Indonesia (RRI) R Maladi bersama Oetojo Soemowidjojo dan Raden Ngabehi Soegoto Soerjodipoero pada 1956. Lokananta dibangun untuk merekam materi siaran yang akan disiarkan RRI dalam bentuk piringan hitam. Arsip-arsip pidato kenegaraan Bung Karno pun tersimpan di sini.
Seiring perkembangan zaman dan teknologi, Lokananta sempat tertinggal sampai vakum dan terbengkalai pada era 1990-an. Tapi kini studio rekaman legendaris ini dapat kembali dikunjungi oleh masyarakat umum.
Lokananta adalah perusahaan rekaman pertama dan terbesar di Indonesia yang didirikan pada 1956. Sebagai “Titik Nol” musik Indonesia, studio ini sempat mengalami kejayaan di tahun 1970-1980-an dengan mengorbitkan sejumlah legenda musik Indonesia, seperti Gesang, Waldjinah, Bing Slamet, Titiek Puspa, dan Sam Saimun.
Di dalam gedung terdapat sebuah ruangan yang menyediakan penjualan CD (compact disk) dan kaset hasil alih media dari piringan hitam. Sederet rekaman lagu-lagu artis top seperti Koes Plus, The Steps, Waldjinah, dan lain-lainnya tersedia di sana.
Terdapat juga ruang koleksi mesin-mesin rekaman lama seperti, mesin quality control keluaran 1980, pattern generator keluaran tahun 1980, mesin pemotong pita keluaran tahun 1980, VHS Video Recorder keluaran tahun 1990, pemutar piringan hitam keluaran tahun 1970, dan power amplifier keluaran 1960.
Baca Juga: Keroncong, Musik Tradisional Indonesia yang Mendunia
Beberapa kaset VHS (Video Home System) berisi rekaman pertunjukan seni ketoprak yang disiarkan di TVRI pada masa lalu, berjajar di sebelah televisi bermerek Sony dan di atas pemutar VHS bermerek National. Aneka macam piringan hitam berserta alat pemutarnya keluaran London dan Swiss bahkan masih dapat diputar dan digunakan.
Saat ini, terdapat sedikitnya 53 ribu keping piringan hitam yang tersimpan di Lokananta. Awalnya, koleksi itu merupakan produk piringan hitam yang belum laku terjual. Sedangkan saat ini benda-benda itu menjadi koleksi yang memang tidak akan dijual.
Upaya pelestarian terhadap isi dari koleksi dilakukan dengan melakukan perekaman ulang dalam bentuk digital. Sejak awal berdiri, Lokananta mempoduksi dan menduplikasi piringan hitam, lalu berkembang menjadi audio kaset.
Kemudian, Lokananta berkembang menjadi studio rekaman. Saat itu, musik yang banyak direkam ialah lagu daerah, gending karawitan, hingga keroncong.
Ukuran studio yang tergolong luas membuat gedung itu juga sangat cocok untuk dijadikan sebagai tempat live recording, terutama gamelan. Tak cuma musik dan lagu, Lokananta juga merekam audio seni pertunjukan, seperti dongeng, cerita rakyat, wayang dan ketoprak.
Pelestarian Budaya Indonesia
Wajah baru Lokananta saat ini, tak terlepas dari peran pemerintah merevitalisasi asset-aset yang masih bisa bermanfaat dan berdampak bagi masyarakat.
“Saya mengunjungi Lokananta tahun lalu (2022), dan sangat prihatin dengan kondisinya. Padahal nilai historis dan kekayaan intelektual di Lokananta sangat potensial untuk diberdayakan. Melalui program optimalisasi aset-aset yang ada di BUMN, kita revitalisasi agar dapat memberikan manfaat dan dampak bagi masyarakat,” ujar Menteri BUMN Erick Thohir di Solo (3/6/2023) seperti dikutip dari Indonesia.go.id.
Kementerian BUMN melalui PT Danereksa (Persero) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) kemudian melakukan revitalisasi Lokananta yang memiliki luas 2,1 hektare. Pembangunan fisik dimulai pada November 2022 yang ditandai dengan perhelatan Lokananta Reload pada 27 November 2022, dan dapat diselesaikan dalam waktu hanya enam bulan.
Baca Juga: Harry Roesli, Doktor Musik Eksentrik
Lokananta versi baru kini memiliki lima pilar utama, yaitu museum/galeri studio rekaman, arena pertunjukan, area kuliner, dan galeri UMKM. Langkah revitalisasi dan optimalisasi juga selaras dan didukung penuh oleh Pemerintah Kota Surakarta, di mana Lokananta menjadi salah satu dari 17 prioritas pembangunan Kota Surakarta.
Erick mengapresiasi langkah Danareksa melalui PPA yang telah menghidupkan dan mengembangkan kembali studio legendaris ini. Sebagai salah satu cagar budaya, dia berharap, Lokananta dapat menjadi penyambung antargenerasi, dari para musisi senior, hingga para musisi muda yang potensial untuk dikembangkan bakatnya.
“Saya mengajak rekan-rekan musisi dan seniman, dengan dukungan dari BUMN, untuk dapat memanfaatkan sebaik-baiknya fasilitas yang tersedia. Gunakan untuk berkolaborasi dan berkarya, sehingga Lokananta dapat memberikan dampak sosial, ekonomi, dan pelestarian budaya Indonesia,” ujar Erick Thohir.