Sulawesi Tengah, dengan julukan Negeri Seribu Megalit, menyimpan jejak peradaban pra-aksara yang unik dan misterius. Batu-batu besar tersebar di lembah-lembahnya menjadi saksi bisu sejarah ribuan tahun lalu. Sisa-sisa peninggalan budaya batu besar lain terserak di sejumlah kawasan di Nusantara
Provinsi seluas 61.841 kilometer persegi itu menyimpan kisah peradaban batu zaman megalitikum. Peneliti Belanda dan Amerika Serikat, Albertus Christian Kruyt dan Nicolas Adriani mengungkap awal mula peninggalan megalitik di Sulteng melalui karya ilmiahnya Van Poso naar Parigi en Lindoe (1898).
Penjelajah alam bersaudara asal Swiss, Paul Benedict Sarasin dan Karl Friedrich Sarasin juga datang ke Sulteng era 1893–1903 dan menuangkan pengalamannya dalam buku Reisen in Celebes. Penelitian demi menguak peninggalan batu besar dari era di 3.000 tahun lampau itu dilakukan juga Harry Cushier Raven dari Amerika Serikat dan peneliti Swedia, Walter Kaudern.
Raven melalui bukunya The Stone Images and Vats of Central Sulawesi (1926) menceritakan perjalanannya ke Sulteng (1917). Selama setahun, Raven meneliti batu-batu megalit, di Lembah Bada hingga ke wilayang batu besar lainnya di Sulteng seperti Behoa, Napu, dan Tomabulopi. Peneliti ini, mampu menghasilkan diagram dan foto-foto megalit yang bagus yang termuat di bukunya.
Namun dokumentasi lebih lengkap dicatat arkeolog terkemuka Indonesia, Dwi Yani Yuniawati Umar pada 2013 dengan berhasil mengidentifikasi 1.466 megalit dari 83 situs. Sebagian besar ditemui pada kawasan biosfer Lore Lindu. Dwi juga menemukan tulang-tulang yang terkubur di Situs Wineki yang berdasarkan penanggalan karbon, usia temuan itu berasal dari tahun 2531-1416 Sebelum Masehi.
Salah satu ikon megalit terkenal adalah Palindo (Watu Palindo) di Lembah Bada. Patung setinggi 4,5 meter ini disebut sebagai representasi penduduk mitologis pertama dari desa Sepe yang bernama Tosaloge. Bersama Batu Gajah (Sumatra Selatan) dan sarkofagus (Bali), Palindo pernah dicetak dalam seri prangko saat berlangsung Pameran Filateli Internasional di London, Inggris pada 1980.
Baca Juga: Sanankerto, Desa Wisata Di Tengah Kota
Megalitikum Sulteng Masih Misterius
Antropolog budaya Amerika Serikat, Martin Gray melalui jurnal daring Sacred Sites mengakui, keunikan peninggalan batu besar di Sulteng sebagai salah satu misteri arkeologi terhebat di dunia. Hal ini karena sulit menelusuri batu-batu misterius. Di sisi lain, peradaban manusia di pulau Sulawesi baru didiami pertama kali manusia kemungkinan sekitar 50.000 hingga 30.000 tahun lampau.
Gray yang juga gemar fotografi mengungkap adanya ratusan artefak batu besar di Lembah Napu, Besoa, dan Bada dalam Taman Nasional Lore Lindu, Sulteng. Bentuknya beraneka rupa, mulai dari silinder patung atau batu rata dengan tanda cawan berukuran 2 kaki hingga 15 kaki. Sedangkan setiap patung dibuat tanpa kaki dengan kepala besar dan aneh atau hiasan geometrik yang abstrak.
Ia menyebut batu misterius itu mirip batu besar purba di Taman Arkeologi San Augustin, Kolombia. peninggalan purbakala di Sulteng disebutnya yang tertua di dunia bersama di Pulau Paskah di Chile.
Batu-batu besar itu menyebar di Desa Watunonju, Bangga, Tulo, dan Pevunu di Kabupaten Sigi. Bentuknya seperti lumpang dari batu putih mengandung partikel kristal putih dan tembikar berhias.
Kemudian menhir, kubur batu, dan lumpang berjumlah 312 benda di Lembah Napu dan 824 megalit di Lembah Behoa dan 330 lainnya di Lembah Bada. Sedangkan di Situs Pokekea terdapat 103 benda megalit berupa gerabah batu, kalamba dan tutupnya, arca batu, altar, dulang, dan makam batu.
Pemerintah Provinsi Sulteng pada 2023, kemudian mencanangkan daerahnya sebagai Negeri Seribu Megalit. Pencanangannya dilakukan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Palu pada 3 Oktober 2023 lalu.
Gubernur Sulteng (Saat Itu) Rusdy Mastura, berharap, pencanangan sebagai Negeri Seribu Megalit akan mempercepat penetapan kawasan megalitikum sebagai Warisan Dunia (World Heritage) oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). (Foto dan artikel diolah dari Indonesia.go.id)