Gelombang tsunami dahsyat yang menerjang pesisir utara Banda Aceh, pukul 07:58:53 WIB, Minggu, 26 Desember 2004 telah meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Indonesia hingga kini.
Demi mengenang peristiwa itu dibangun monumen yang menjadi pengingat akan dahsyatnya kekuatan alam. Salah satu monumen paling ikonis ini adalah Monumen PLTD Apung, yang berada di Desa Punge, Blancut, Banda Aceh.
Bencana Dahsyat
Bencana Tusnami Aceh diawali gempa bumi berskala besar yang mengguncang kawasan Samudra Hindia, sekira 250 kilometer barat daya Aceh dengan magnitudo 9,1-9,3 Skala Richter (SR). Sebuah gempa terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah.
Data PBB pada Januari 2005 menyatakan, diperkirakan lebih dari 230.000 orang meninggal dunia akibat bencana ini. Sementara di Aceh, lebih dari 167.000 orang tercatat tewas, ribuan warga terluka dan hilang.
Melansir dari djkn.kemenkeu.go.id, Monumen PLTD Apung merupakan kapal pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang sebelumnya berfungsi sebagai sumber listrik bagi wilayah Ulee Lheue. Kapal ini memiliki panjang 63 meter, luas 1.900 meter persegi, bobot 2.600 ton, dan mampu menghasilkan daya hingga 10,5 megawatt.

Sebelum bencana terjadi, kapal ini ditambatkan di perairan dekat Ulee Lheue. Namun, saat tsunami terjadi pada 26 Desember 2004, kapal raksasa ini terseret gelombang pasang setinggi 9 meter hingga terhempas sejauh 5 kilometer ke tengah Kota Banda Aceh.
Kapal itu mendarat di kawasan pemukiman warga, tidak jauh dari lokasi Museum Tsunami saat ini. Perpindahan kapal ini menjadi salah satu bukti nyata kedahsyatan gelombang tsunami yang menghantam Serambi Makkah.
Saat tsunami menerjang, terdapat 11 awak kapal dan beberapa warga yang berada di atas PLTD Apung. Dari seluruh orang yang ada di kapal, hanya satu orang yang berhasil selamat.
Kisah tragis ini menambah keharuan sekaligus menjadi pengingat akan besarnya dampak bencana alam tsunami terhadap manusia dan lingkungan.
Baca juga: Museum Tsunami Banda Aceh Destinasi Wisata dan Mitigasi
Monumen Edukasi
Melansir dari Wikipedia, setelah bencana berlalu pemerintah membeli area di sekitar lokasi PLTD Apung untuk ditata ulang menjadi wahana wisata edukasi.
Monumen ini tidak hanya menjadi tempat untuk mengenang korban tsunami, tetapi juga sarana pembelajaran bagi generasi muda mengenai pentingnya kesiapsiagaan terhadap bencana alam.

Di sekitar monumen, terdapat dinding dengan relief menyerupai gelombang air bah, yang menggambarkan betapa besarnya kekuatan tsunami yang menerpa pesisir Aceh pada saat itu.
Selain itu, pengunjung dapat menaiki kapal untuk melihat pemandangan sekitarnya, termasuk deretan pegunungan Bukit Barisan yang menjadi latar alami kawasan ini.
Simbol Harapan
Pada monumen PLTD Apung, tertera tanggal dan waktu kejadian tsunami yang juga berdampak pada negara-negara lain di kawasan Samudra Hindia. Monumen ini mengajak siapa saja yang melihatnya untuk merenungi dahsyatnya kekuatan alam dan pentingnya menghormati lingkungan.

Sebagai simbol harapan, Monumen PLTD Apung tidak hanya mencerminkan kekuatan tsunami yang menghancurkan, tetapi juga ketangguhan masyarakat Aceh yang berhasil bangkit dari keterpurukan.
Kini, monumen ini menjadi destinasi yang menghubungkan pelajaran dari masa lalu dengan harapan masa depan, sekaligus menjadi pengingat pentingnya antisipasi dan mitigasi terhadap bencana.