Istilah “Jawa” kerap merujuk pada wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Fenomena ini menarik perhatian warganet, terutama yang mempertanyakan mengapa daerah lain di Pulau Jawa, seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, tidak dianggap sebagai bagian dari “Jawa” dalam konteks tertentu.
Beberapa warganet mencatat bahwa masyarakat di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten sering menggunakan istilah “Jawa” untuk menyebut daerah-daerah di Jawa bagian tengah dan timur.
Di sisi lain, bagi orang di luar Pulau Jawa, istilah “Jawa” mencakup seluruh pulau.
Perbedaan Suku dan Geografis di Pulau Jawa
Sejarawan Universitas Padjadjaran, Widyo Nugrahanto, menjelaskan bahwa istilah “Jawa” memiliki dua makna utama yaitu sebagai identitas suku dan sebagai penanda geografis.
“Suku Jawa secara mayoritas memang berasal dan menetap di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur,” ungkap Widyo dilansir dari kompas.com.
Ia menambahkan, wilayah seperti Jawa Barat dan Banten dihuni suku Sunda, sedangkan DKI Jakarta didominasi masyarakat Betawi.
“Suku-suku ini bukan bagian dari suku Jawa, sehingga wajar jika mereka tidak menggunakan istilah ‘Jawa’ untuk menyebut diri mereka,” katanya.
Namun, Widyo juga menekankan pentingnya membedakan penggunaan istilah “Jawa” sebagai identitas geografis. Sebagai nama pulau, “Jawa” mencakup seluruh wilayah di Pulau Jawa, mulai dari ujung barat hingga timur.
“Penting untuk memahami konteks penggunaan istilah ‘Jawa’ sebagai suku atau pulau,” tegasnya.
Baca juga: Menyelami Budaya Jawa di Museum Sonobudoyo Yogyakarta
Jateng, DIY, dan Jatim dalam Perspektif Sejarah dan Budaya
Sri Ratna Saktimulya, Plt. Kepala Pusat Studi Kebudayaan Universitas Gadjah Mada (UGM), mengungkapkan bahwa istilah “Jawa” cenderung lebih sering merujuk pada Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur karena faktor sejarah dan budaya.
“Kerajaan-kerajaan besar di masa lalu, seperti Mataram Kuno dan Mataram Islam, berpusat di wilayah itu,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa ketiga provinsi ini memiliki kesamaan budaya yang kuat, seperti penggunaan bahasa Jawa dan penerapan norma-norma yang diwariskan budaya Mataram Islam.
Hal ini menciptakan kesan bahwa masyarakat di sana membentuk komunitas dengan identitas budaya yang seragam.
Di sisi lain, wilayah Jawa Barat dan Banten lebih identik dengan budaya Sunda Kuno yang berkembang di sana, lengkap dengan bahasa dan nilai-nilai khasnya.
Masyarakat DKI Jakarta, kata Sri Ratna, dipengaruhi budaya Melayu serta akulturasi dengan budaya asing, seperti Arab, Belanda, dan Hokkien.
Hal ini semakin membedakan identitas mereka dari suku Jawa maupun Sunda. Penggunaan “Jawa” untuk merujuk pada Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur bukan tanpa alasan.
Faktor sejarah, budaya, dan bahasa berperan besar dalam pembentukan identitas itu. Sementara itu, keberagaman budaya di wilayah lain di Pulau Jawa memperkuat perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Dengan memahami konteks sejarah dan budaya ini, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam menggunakan istilah “Jawa” sesuai dengan situasi dan tujuan pembicaraan. (Dari berbagai sumber)