Indonesia kaya akan warisan budaya yang tersebar di berbagai daerah, dan salah satu aspek penting dari warisan ini adalah kain tradisional atau wastra nusantara. Dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia menawarkan ragam batik dan tenun yang mencerminkan keragaman budaya dari Sabang hingga Merauke. Seni pembuatan kain telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Indonesia selama berabad-abad.
Di antara kain-kain tradisional tersebut, songket Silungkang dari Sumatera Barat menonjol sebagai salah satu yang paling legendaris. Kain ini tidak hanya dikenal sebagai kerajinan tangan khas daerah, tetapi juga merupakan bagian penting dari warisan budaya Minangkabau. Sejak 8 Oktober 2019, songket Silungkang telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Berikut adalah beberapa fakta menarik tentang Songket Silungkang yang perlu Anda ketahui.
Asal Usul dan Sejarah
Songket Silungkang berasal dari kecamatan Silungkang, yang terletak di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Sejarah kain tenun ini bermula sejak era Kesultanan Minangkabau dan telah diwariskan dari generasi ke generasi. Songket ini dianggap sebagai salah satu songket tertua di Indonesia, mencerminkan tradisi budaya Minangkabau yang telah ada selama ratusan tahun.
Proses Pembuatan yang Rumit
Pembuatan Songket Silungkang melibatkan keterampilan dan ketelitian yang tinggi. Proses ini dimulai dengan persiapan benang, yang biasanya terbuat dari sutra, serta benang emas dan perak untuk menambah kesan mewah. Penganyaman dilakukan menggunakan alat tenun tradisional yang dikenal sebagai “alat tenun songket.” Proses ini bisa memakan waktu mulai dari beberapa minggu hingga beberapa bulan, tergantung pada kompleksitas desain dan ukuran kain.
Motif dan Desain
Songket Silungkang terkenal akan motif dan desain yang khas. Pola yang sering digunakan meliputi geometris, flora, dan fauna yang memiliki makna simbolis dalam budaya Minangkabau. Misalnya, motif Bada Mudiak (Ikan Teri Hidup di Hulu Sungai) melambangkan kehidupan harmonis. Selain itu, ada motif Buah Palo Bapatan (Buah Pala yang Dipatahkan) yang mengajarkan nilai berbagi untuk menikmati keindahan, serta motif Saluak Laka (Alas Periuk Terbuat dari Lidi) yang menggambarkan kekuatan melalui kerja sama dan keikhlasan.
Penggunaan dan Fungsi
Kain songket Silungkang sering digunakan dalam berbagai acara adat dan upacara penting, seperti pernikahan, khitanan, dan upacara keagamaan. Selain dipakai dalam pakaian tradisional
Minangkabau, seperti baju kurung dan selendang, songket ini juga menjadi simbol status dan kehormatan dalam masyarakat. Hanya kalangan tertentu yang diizinkan menggunakan kain ini pada acara resmi.
Nilai Ekonomi dan Budaya
Songket Silungkang memiliki nilai ekonomi dan budaya yang signifikan bagi masyarakat Minangkabau. Selain menjadi salah satu komoditas unggulan dalam industri kerajinan tangan, kain ini juga merepresentasikan identitas budaya dan tradisi. Menenun songket telah menjadi bagian dari identitas diri warga Silungkang, di mana kaum perempuan diwajibkan untuk menguasai keterampilan ini sebagai simbol status sosial. Semakin banyak kepemilikan kain songket, semakin tinggi pula status sosial individu tersebut.
Berbagai organisasi dan komunitas lokal berupaya melestarikan teknik tenun tradisional dan mempromosikan songket ini di tingkat nasional maupun internasional. Pelatihan bagi generasi muda dan pengembangan pasar menjadi bagian dari inisiatif untuk memastikan keterampilan ini tetap ada untuk dinikmati oleh generasi mendatang.
Pemerintah Sawahlunto juga secara rutin menyelenggarakan Sawahlunto International Songket Carnival (SISCa) sejak tahun 2015, yang telah diakui sebagai salah satu Kharisma Event Nusantara (KEN) oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Event ini menjadi ajang untuk memperkenalkan songket Silungkang kepada publik dan mendorong pelestariannya sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia. (Achmad Aristyan – Sumber: Kemenparekraf.go.id)