Alat musik tradisional khas Gorontalo yakni Polopalo ternyata memiliki sejarah yang panjang. Polopalo terbuat dari bambu yang dibentuk menyerupai garputala.
Dinamakan polopalo karena berasal dari kata polo-polopalo yang artinya bergetar nyaring. Cara memainkannya dengan dipukul-pukulkan pada bagian lutut atau tubuh pemainnya.
Alat musik ini terbuat dari bambu khusus yakni bambu talilo huidu. Jenis bambu ini memiliki kadar air rendah sehingga kualitas bunyi yang dihasilkan baik.
Polopalo memiliki panjang sekitar 31 cm dengan diameter lingkaran bambu sekitar 9 cm–17 cm. Ukurannya ada yang besar, sedang, dan kecil. Semakin kecil ukuran polopalo, maka nada yang dihasilkan juga semakin tinggi.
Sejarah Polopalo
Dahulu, alat musik polopalo bernama tonggobi dan digunakan sebagai alat komunikasi. Para petani juga memakai alat musik ini sebagai pengusir burung atau hewan buas perusak tanaman.
Hal ini karena polopalo mampu menghasilkan suara dengan jangkauan frekuensi yang jauh. Bunyi alat musik ini juga sebagai penanda waktu berbuka puasa dan sahur di bulan Ramadhan.
Menurut budayawan Gorontalo Mohamad Ichsan, Polopalo merupakan representasi perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Hal ini dapat dilihat dari bentuk ujungnya yang runcing.
Tahun 1980-an, seniman Rusdin Palada berinisiatif menjadikan polopalo sebagai alat musik. Dia memodifikasi bentuk moncong lebih tipis atau memperbesar lubang dan gagangnya.
Pada tahun 2004, bersama dengan Rivai Humonggio, Rusdin Palada memainkan alat musik ini pertama kalinya di TVRI. Bahkan menampilkan alat musik ini di negara Austria tahun 2007.
Alat Musik Polopalo
Alat musik polopalo dimainkan dengan memukul-mukulkannya pada lutut atau bagian tubuh lain para pemainnya. Hal itu akan membuat alat musik ini bergetar dan menghasilkan bunyi. Biasanya alat musik ini digunakan sebagai pengiring.
Selain itu, polopalo juga dilengkapi dengan pemukul kayu yang dilapisi karet. Tujuannya menggantikan fungsi tubuh, agar mudah dimainkan dan menghasilkan suara yang semakin nyaring. Misalkan pengiring alat musik seperti suling, string bass, rebana/gendang dan maracas.
Instrumen ini juga sering dimainkan di pentas tari tradisional Gorontalo yaitu Tidi Lo Polopalo.
Polopalo bukan sekadar alat musik biasa, tetapi juga memuat nilai-nilai yang mendalam dalam relasi sosial masyarakat. Akademisi Sastra dan Budaya, Rahmawati, menyebut alat musik ini merupakan simbol kehidupan masyarakat Gorontalo.
Alat musik ini menyimbolkan masyarakat Gorontalo yang semangat bekerja keras, gotong royong, dan saling menghargai satu sama lain. Kini Polopalo telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan budaya masyarakat Gorontalo. (Dari berbagai sumber)