Candi Tegowangi merupakan warisan sejarah dari Kerajaan Majapahit yang diperkirakan dibangun sekitar tahun 1400 M. Candi ini terletak di Desa Tegowangi, Plemahan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Sejarah Candi Tegowangi, yang juga dikenal sebagai Candi Sentul, pertama kali dicatat oleh N. W. Hoepormans. Tulisan mengenai candi ini kemudian diikuti oleh R.D.M. Verbeek, J. Knebel pada tahun 1902, dan P.J. Perquin pada tahun 1915.
Secara keseluruhan, Candi Tegowangi terbuat dari batu andesit dan memiliki denah berbentuk bujur sangkar dengan dimensi 11,2 x 11,2 meter dan tinggi sekitar 4,35 meter. Pondasi candi ini terdiri dari bata, sementara bagian kaki dan sebagian struktur candi yang tersisa dibangun menggunakan batu andesit. Kaki candi memiliki ornamen berlipit yang menghiasinya.
Struktur utama candi menjulang hingga 4,35 meter, dengan pilar-pilar polos yang menghubungkan badan candi dengan kakinya pada setiap sisi. Di sekitar badan candi terdapat relief yang menggambarkan kisah Sudamala, yang terdiri dari total 14 panel: tiga panel di sisi utara, delapan panel di sisi barat, dan tiga panel di sisi selatan.
Baca juga: Kembalinya Candi Lumbung Magelang ke Desa Sengi
Kisah Sudamala menceritakan transformasi Dewi Durga yang dianggap buruk dan menakutkan menjadi Dewi Uma yang lebih anggun, melalui proses pengruatan oleh Sadewa, bungsu Pandawa.
Di halaman Candi Tegowangi, terdapat beberapa arca, antara lain Parwati Ardhenari, garuda berbadan manusia, serta sisa-sisa candi di sudut tenggara.
Mengenai fungsi Candi ini, Mpu Prapanca, penulis Kitab Negarakertagama, menyebutkan bahwa candi ini digunakan sebagai tempat pendharmaan Raja Watsari, yang juga dikenal sebagai Bhre Matahun. Bhre Matahun merupakan ipar dari Hayam Wuruk yang meninggal dunia tahun 1388 M.
Menurut tradisi pembuatan candi sebagai tempat pendharmaan, biasanya seorang tokoh harus menunggu selama 12 tahun setelah wafatnya untuk dibangunkan candi. Namun, dalam kasus Candi Tegowangi, ada dugaan bahwa sang raja telah meninggal sebelum candi tersebut selesai dibangun.
Hal ini dapat dilihat dari relief pada sisi utara candi yang tampak belum sepenuhnya selesai dikerjakan. (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)