Museum Wayang di kawasan Kota Tua menyajikan keindahan budaya Indonesia yang diakui UNESCO. Museum ini memiliki koleksi lebih dari 6.800 wayang dari seluruh Nusantara, menjadikan salah satu destinasi wisata budaya yang wajib dikunjungi ketika berada di Jakarta. Museum Wayang beralamat di Jl. Pintu Besar Utara nomor 27, Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat.
Lokasinya ada di sekitar kawasan Kota Tua, tepatnya di sayap timur dari gedung Museum Sejarah Jakarta atau masyarakat mengenalnya sebagai Museum Fatahillah. Sesuai namanya, Museum Wayang memajang ribuan koleksi wayang, salah satu warisan dunia tak benda asal Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO pada 7 November 2013.
Totalnya mencapai sekitar 6.800 buah. Ragam koleksinya meliputi wayang kulit, wayang klitik, wayang kaca, wayang boger, wayang golek, wayang kardus, wayang rumput, wayang janur, wayang beber, aneka topeng dan boneka, serta perangkat gamelan. Koleksi wayang di museum ini berasal dari seluruh Nusantara dan mengambil latar tokoh dari kitab Ramayana dan Mahabrata.
Tidak hanya sebatas wayang saja, museum ini juga menyimpan boneka dan ondel-ondel khas Betawi serta boneka Si Unyil, serial khusus anak-anak yang tenar pada era 1980-an. Sedangkan koleksi mancanegara umumnya berupa boneka tradisional dari Inggris, Polandia, Rusia, kemudian dari Malaysia, Thailand, Vietnam, Tiongkok, dan Suriname
Selain itu, ada pula ruang pertunjukan wayang yang menggelar pertunjukan secara berkala hingga makam pendiri Batavia, Jan Pieterzoon Coen. Pihak pengelola juga membuka kelas pelatihan pembuatan wayang janur.
Museum itu buka setiap hari sejak pukul 09.00 WIB dan tutup jam 15.00 WIB. Tarifnya sangat terjangkau, untuk orang dewasa dikenai Rp5.000 per orang, mahasiswa Rp3.000 per orang dan pelajar dikenai Rp2.000 per orang.
Sejarah Bangunan
Bangunan ini diperkirakan telah berusia lebih dari satu abad. Mengutip Edi Dimyati dalam “47 Museum Jakarta”, bangunan Museum Wayang mulanya bernama De Oude Hollandsche Kerk atau Gereja Lama Belanda dan dibangun pada 1640 lampau atau lebih awal berdiri dibandingkan bangunan Museum Sejarah Jakarta pada 1707.
Memasuki 1736, pengelola gereja memperbaiki bangunan dan mengganti namanya menjadi De Nieuwe Hollandsche Kerk (Gereja Baru Belanda). Pada 1808, terjadi gempa dan seluruh bangunan hancur. Pembangunannya dimulai lagi pada 1912 oleh sebuah perusahaan perkebunan Hindia Belanda, Geo Wehry & Co. Bangunan tersebut diubah menjadi gudang penyimpanan rempah
Pada 14 Agustus 1936, gedung tersebut selanjutnya diubah menjadi monumen sebelum akhirnya dibeli oleh Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Ini adalah lembaga yang didirikan untuk memajukan penelitian dalam seni dan sains khususnya di bidang biologi, fisika, arkeologi, sastra, etnologi dan sejarah, dan mempublikasikan hasil penelitian.
Bangunan ini kemudian dijadikan museum dengan nama De Oude Bataviasche Museum atau Museum Batavia Lama yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir, pada 22 Desember 1939.
Pada 1957, pengelolaannya diserahkan kepada Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI) dan menjadi Museum Jakarta Lama. Tanggal 23 Juni 1968, bangunan tersebut diserahkan kepada Pemerintah Jakarta untuk dijadikan kantor Museum dan Sejarah Jakarta.
Bangunan ini sempat digunakan sebagai kantor Wali Kota Jakarta Barat pada 1970. Resmi menyandang nama Museum Wayang pada 13 Agustus 1975 saat diresmikan oleh Gubernur Jakarta, Ali Sadikin. (Anisa Kurniawati- Sumber: Indonesia.go.id)