I Gusti Ngurah Gede Pemecutan, seniman Bali yang lahir 9 April 1967, telah menjadi simbol otentisitas seni lukis Bali. Ia dikenal sebagai pelopor teknik melukis menggunakan sidik jari, sebuah metode yang membedakannya dari pelukis-pelukis lain, bahkan yang sudah mendunia.
Dilansir dari dictionary.basabali.org, hingga kini belum ada yang mampu menandingi gaya dan karakter khas karya-karyanya yang otentik.
Gede Pemecutan bukan hanya seorang seniman, tetapi juga seorang guru yang telah menginspirasi banyak seniman muda di Bali dan dunia internasional.
Karya Sidik Jari
Dalam dunia seni lukis, teknik menggunakan sidik jari termasuk dalam aliran pointilisme, di mana lukisan dibentuk dari titik-titik kecil yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk gambar utuh.
Tokoh seniman terkenal dunia dalam aliran ini seperti Georges Seurat, Paul Signac, dan Vincent van Gogh biasanya menggunakan kuas dan palet untuk menciptakan titik-titik.
Namun, Gede Pemecutan mengambil langkah berbeda dengan menggunakan jari telunjuknya untuk menorehkan titik demi titik pada kanvas, menciptakan efek visual yang unik dan khas.
Teknik ini tidak hanya memerlukan ketelatenan, tetapi juga ketelitian tinggi, karena gradasi warna dalam lukisan dihasilkan dari perpaduan berbagai titik warna dasar.
Gede Pemecutan secara tidak sengaja menemukan teknik ini saat mengerjakan sebuah lukisan tari baris pada 9 April 1967. Karena frustrasi dengan ketidakselesainnya, ia tanpa sengaja menempelkan jemarinya yang penuh cat ke lukisannya dan dari situ muncul inspirasi untuk menciptakan karya seni yang sepenuhnya menggunakan sidik jari.
Perang Puputan Badung
Salah satu karya terbaik Gede Pemecutan adalah lukisan yang menggambarkan peristiwa bersejarah Perang Puputan Badung, sebuah pertempuran besar antara pasukan Bali yang dipimpin Raja Pemecutan melawan penjajah Belanda.
Lukisan ini menggambarkan suasana pertempuran yang dramatis, dengan hanya dua bayi yang selamat dari keseluruhan pasukan Pemecutan yang gugur.
Karya monumental ini memakan waktu pengerjaan hingga 18 bulan, dan menjadi sebuah penghormatan bagi ayahnya, Anak Agung Gede Lanang Pemecutan, yang merupakan salah satu dari dua bayi yang selamat dalam peristiwa itu.
Museum Lukisan Sidik Jari
Ngurah Gede Pemecutan tidak hanya berhenti pada penciptaan karya, tetapi juga berkomitmen untuk menginspirasi generasi muda. Salah satu upayanya adalah dengan mendirikan Museum Lukisan Sidik Jari di Denpasar
Museum tidak hanya sebagai tempat pameran karya-karyanya, tetapi juga berfungsi sebagai pusat pendidikan seni. Selain itu, ada juga ruang pameran yang menampilkan karya-karya awalnya sebelum penemuan teknik sidik jari.
Museum ini menyelenggarakan berbagai kelas tari dan melukis bagi anak-anak dan remaja, dengan tujuan memperkenalkan mereka pada seni tradisional Bali yang kaya.
Di museum ini, pengunjung dapat melihat koleksi lukisan-lukisan yang menonjolkan ciri khas karya Gede Pemecutan, yaitu susunan titik-titik yang membentuk lukisan utuh.
Museum ini menjadi saksi hidup perjalanan sang maestro dalam berkarya, sekaligus menjadi wahana untuk melestarikan seni tradisional Bali.
Di usia senjanya, Gede Pemecutan berharap agar generasi muda Bali bangga dengan kesenian tradisional mereka yang menjadi identitas tanah kelahiran mereka. Melalui karya-karya lukisannya yang khas, ia ingin mengingatkan akan pentingnya menjaga dan melestarikan budaya Bali.