Pasar Legi Kotagede, dijuluki sebagai pasar tertua yang ada di Yogyakarta. Konon katanya keberadaan pasar ini sudah lebih dulu ada daripada Kerajaan Mataram Islam. Telah ada sejak abad ke-16, pasar ini di bangun oleh Ki Ageng Pamanahan di atas lahan hadiah dari Sultan Hadiwijaya selaku pimpinan Kerajaan Pajang.
Kotagede, dikenal sebagai bekas Kerajaan Mataram Islam memiliki banyak tempat-tempat wisata yang memiliki nilai sejarah di dalamnya. Salah satunya adalah keberadaan Pasar Legi Kotagede.
Menurut beberapa sumber sejarah, Ki Gede Pemanahan bersama Ki Penjawi yang pada saat berhasil menumpas kerusuhan Pajang yang dipimpin oleh Arya Penangsang, diberikan hadiah berupa tanah di kawasan Mataram oleh Raja Pajang, yaitu Sultan Hadiwijaya.
Kawasan tersebut pada saat itu masih berupa hutan. Kemudian, Ki Gede Pemanahan membuka alas tersebut menjadi sebuah kota. Ia kemudian menjadi penguasa di daerah tersebut dan berganti nama menjadi Ki Gede Mataram atau Ki Ageng Mataram.
Sebelum dibangun pusat pemerintahan, Ki Gede Pemanahan terlebih dahulu membangun Sargedhe atau yang kini disebut sebagai Pasar Gede. Pasar sebagai pusat ekonomi dianggap jauh lebih penting karena juga dijadikan sebagai tempat interaksi warga.
Pada masa itu, sebuah kerajaan pada umumnya, harus memiliki empat hal sesuai dengan konsep Catur Gatra Tunggal. Artinya dalam sebuah pemerintahan harus memiliki kraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun sebagai tempat berkumpul dan budaya, masjid sebagai tempat ibadah, dan pasar sebagai pusat ekonomi.
Baca juga:Gudeg, Kuliner Legendaris Yogyakarta yang Selalu Dicari
Mulanya, Pasar Gede masih banyak ditumbuhi pohon perindang dan belum seluas sekarang. Transaksi jual-beli dilakukan di bawah pohon-pohon yang rindang, atau terkadang di bawah payung-payung besar. Pembeli datang menghampiri lapak-lapak para penjual yang duduk beralaskan tanah. Barang-barang yang diperdagangkan sebagian besar merupakan hasil bumi berupa beras, sayur-mayur, dan buah-buahan.
Lebih lanjut, Pasar tersebut juga dinamai sebagai Pasar Legi sesuai kalender Jawa. Karena pada hari pasaran Legi terjadi aktivitas transaksi yang paling ramai. Pada hari pasaran tersebut, selain dijual berbagai kebutuhan hidup sehari-hari, juga dijual berbagai keperluan lain. Mulai dari kain batik, barang-barang dari besi dan tembaga seperti alat penanak nasi, sabit, cangkul, pisau, kendil dan kendi (tempat air minum).
Mulai pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Pasar Legi Kotagede mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya pedagang dari luar Kotagede yang mulai berdatangan dan menetap. Ada juga pedagang yang datang mendirikan warung nasi dan minuman.
Pasar ini tidak banyak mengalami perubahan, hanya renovasi menyeluruh pada tahun 1986. Kemudian tepat pada 22 Februari 1986, pasar ini diresmikan oleh Soegiarto, Walikota Yogyakarta pada masa itu.
Baca Juga: Menggali Makna Sumbu Kosmologis Yogyakarta
Saat ini pasar ini masih tetap berdiri sebagai pusat ekonomi. Beragam kebutuhan masyarakat dijual, mulai dari kebutuhan sehari-hari, pakaian, jajanan, kuliner, souvenir, jamu dan sebagainya. Lokasinya berada di Jl, Mentaok Raya, Purbayan, Kotagede, Yogyakarta. Pasar ini nyaris buka 24 jam dengan berbagai fasilitas umum yang lengkap.
Saat ini, Pasar Legi Kotagede bukan hanya dijadikan sebagai tempat transaksi jual-beli kebutuhan, tetapi bangunannya sudah ditetapkan sebagai cagar budaya yang bersama-sama harus kita jaga. (Anisa Kurniawati- Sumber: budaya.jogjaprov.go.id)