Masjid Agung Kota Kediri di Jawa Timur, yang terletak di sebelah barat Alun-Alun, memiliki sejarah yang panjang yang penting. Berdasarkan catatan sejarah, masjid ini didirikan pada tahun 1771.
Namun, tampilan fisiknya saat ini jauh berbeda dibandingkan dengan saat pertama kali dibangun 253 tahun yang lalu. Hal ini disebabkan beberapa kali pemugaran, termasuk renovasi total tahun 2002 yang mengubah wajah masjid menjadi seperti sekarang.
Sekretaris Takmir Masjid Agung Kota Kediri, Basyarudin, menjelaskan gagasan untuk renovasi total berasal dari Wali Kota Kediri saat itu, Pak Maschut. Renovasi mengubah bentuk masjid secara signifikan, sementara bangunan masjid yang lama dipindahkan ke Kelurahan Banaran.
Keberadaan masjid ini pun didukung bukti sejarah, salah satunya adalah Prasasti Joglo Masjid Induk yang turut dipindahkan ke lokasi baru, mencantumkan tahun pembuatan masjid.
Baca juga: Masjid Agung Rembang, Cagar Budaya Tertua
Berubah Nama
Satu aspek menarik dari perjalanan Masjid Agung Kota Kediri adalah perubahan nama yang telah terjadi hingga tiga kali. Nama pertama adalah Masjid Ageng Kadiri, kemudian berubah menjadi Masjid Jami’ Kotamadya Kediri, dan saat ini dikenal sebagai Masjid Agung Kota Kediri.
Sebelum dilakukan renovasi total, masjid yang berdiri di lahan seluas 9.066 meter persegi ini terlebih dahulu diadakan sayembara untuk memilih desain arsitektur terbaik. Basyarudin menyebut banyak karya yang masuk dalam sayembara tersebut. Akhirnya, setelah diseleksi, terpilih satu desain karya putra daerah Kediri asli dari Desa Silir, Kecamatan Wates. Desain yang terpilih mengusung nuansa Jawa yang dianggap memiliki nilai kearifan lokal.
Bangunan masjid ini dirancang agar tidak terhalang jembatan Alun-Alun Bandar, sehingga tempat salat berada di lantai dua dan tiga, sementara lantai dasar digunakan untuk kegiatan non-ibadah seperti perkantoran, pengajian, dan aula resepsi pernikahan. Menara masjid juga mengalami perubahan signifikan, dari tinggi 28 meter menjadi 49 meter, dengan desain yang semakin ramping ke atas.
Basyarudin menambahkan, menara masjid dirancang multifungsi, di mana bagian bawahnya digunakan sebagai tandon air untuk menampung air yang digunakan untuk wudu. Yang istimewa dari desain masjid ini adalah kubahnya, yang terinspirasi dari rumah adat Jawa dan menggambarkan simbolisasi keimanan umat yang terus berkembang.
Baca juga: Monumen Simpang Lima Gumul, Simbol Kebanggaan Kediri
Elemen Akulturasi
Miftahul Mufid, arsitek yang merancang masjid, menjelaskan bahwa desainnya merupakan perpaduan antara elemen Jawa dan masjid Timur Tengah. Di sisi barat, dekat mihrab, atapnya didesain sesuai dengan masjid lama, sementara di sisi timur, atap kubah mewakili desain masjid Timur Tengah. Kemegahan masjid juga ditunjukkan melalui 105 pilar yang mengelilingi serambi, memberikan kesan artistik yang ritmik.
Untuk menciptakan desain yang sesuai, Mufid melakukan survei di sekitar masjid untuk menentukan letak menara agar terlihat dari semua arah. Menara tersebut ditempatkan di posisi yang dapat dilihat dari empat sisi jalan, berbeda dengan menara masjid lama yang terletak di dekat kubah.
Dengan segala pembaruan dan desain yang mengedepankan nilai-nilai lokal, Masjid Agung Kota Kediri diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi karya-karya baru dalam dunia Islam serta menjadi tempat ibadah yang harmonis bagi masyarakat berbagai latar belakang. (Sumber: kedirikota.go.id)