By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Serabi Solo, Penganan Warisan Kerajaan Mataram
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Serabi Solo, Penganan Warisan Kerajaan Mataram
Warisan Budaya

Serabi Solo, Penganan Warisan Kerajaan Mataram

Anisa Kurniawati
Last updated: 26/10/2024 10:06
Anisa Kurniawati
Share
3 Min Read
Foto: Wikimedia Commons/ Hersy Ardianty
SHARE

Serabi Solo, kuliner yang terbuat dari bahan tepung beras, pandan, vanilla, gula, santan kelapa, dan garam. Biasanya dimasak menggunakan wajan kecil terbuat dari tanah liat dan dipanggang di atas arang. Camilan manis ini sangat populer dan banyak digemari oleh wisatawan. 

Pada umumnya, setiap daerah memiliki kekhasannya sendiri. Terdapat serabi kering ada juga serabi basah dengan memakai kuah. Seiring dengan perkembangan zaman, ada pula yang menambahkan topping dengan beragam rasa dan aroma.

Di Kota Solo sendiri, tak lengkap rasanya jika tidak mencoba serabi Notosuman atau orang menyebutnya sebagai serabi solo. Nama Notosuman sendiri diambil dari nama Jalan Notosuman yang sekarang menjadi Jalan Mohammad Yamin.

Serabi solo memiliki tekstur kenyal namun lembut, berbentuk bulat seperti piring kecil dengan sedikit kerak pada bagian pinggirnya, rasanya legit, gurih, dan manis. Camilan ini dibuat dari tepung beras yang dicampur dengan santan kepala, garam dan gula. Kemudian dihidangkan tanpa kuah manis. 

Dikenal sejak Kerajaan Mataram

Serabi sendiri diperkirakan sudah dikenal sejak Kerajaan Mataram. Camilan ini beberapa kali disebut dalam Serat Centhini, yang ditulis para pujangga keraton Surakarta selama 1814-1823 atas perintah Pakubuwana V. 

Dalam tembang (pupuh) ke-157 bait 18 (1), diceritakan bahwa serabi merupakan salah satu jenis jajanan yang disajikan di halaman rumah pada saat pertunjukan wayang kulit di malam hari. Hal serupa juga disebutkan dalam pupuh 157:7-8 (2). 

Pada perkembangannya, serabi mendapat pengaruh dari budaya kuliner India dan Belanda. Jajanan ini merupakan modifikasi dari kue Apem yang kemudian menjadi serabi karena menggunakan santan lebih banyak sehingga menjadi lembut. 

Serabi Notosuman

Di Kota Solo sendiri, identik dengan serabi Notosuman. Jajanan ini juga bermula dari  kue apem pula yang kali pertama digeluti Hoo Gek Hok dan Tan Giok Lan. Pada 1923 dan membuka gerai di Jalan Veteran, pindah di Jalan Yos Sudarso, dan kemudian menetap di Jalan Mohammad Yamin, Solo.

Menjadi serabi dikarenakan ada pelanggan yang minta dibuatkan apem berbentuk pipih yang kemudian dikenal sebagai serabi. Seiring waktu berlalu, jajanan ini menjadi lebih diminati dibandingkan dengan kue apem. Salah satu ciri khasnya adalah mereka menumbuk sendiri beras yang menjadi bahan bakunya. 

Dengan bahan-bahan berkualitas terbaik, tanpa bahan pengawet, hingga kini, serabi notosuman tetap mempertahankan kualitas rasanya. Karena tanpa pengawet, maka serabi ini hanya dapat bertahan satu hari saja. 

Usaha keluarga ini kemudian diwariskan turun-temurun. Kini, bisnis serabi notosuman diteruskan kakak-beradik Handayani dan Lidia yang masing-masing mendirikan outlet sendiri. Kedua outlet itu memiliki perbedaan dalam memasak. Outlet milik Handayani memakai tutup wajan dari tanah liat, sementara di outlet milik Lidia memilih memakai tutup dari alumunium. 

Untuk tetap menjaga identitas dan karakter yang sudah dirintis Hoo Gek Hok dan Tan Giok Lan, serabi notosuman tetap konsisten membuat dan menjual kue serabi dalam dua rasa: serabi polos dan serabi bertabur coklat. (Anisa Kurniawati- Sumber: indonesiakaya.com)

You Might Also Like

Mendengar Keroncong: Musik Tradisional Indonesia yang Lestari

Mengenal Aneka Produk Kriya Khas Tasikmalaya Yang Memesona

Atraksi Seni Kethek Ogleng, Tarian Tradisional Unik Ponorogo

Permainan Tradisional Dakon Asah Kemampuan Strategi

Perjalanan Sejarah 3 Abad Masjid Agung Kota Kediri

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Pemprov Jambi Optimalkan Cagar Budaya Candi Muaro
Next Article Udan Dawet, Ritual Meminta Hujan di Banyuanyar Boyolali
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?