Tidak banyak yang mengetahui bahwa sumber panas di pemandian air hangat yang terletak di Desa Sumberarum, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ternyata berasal dari sumber buatan manusia. Sumber panas yang menghangatkan air di beberapa tempat pemandian di wilayah Tempuran ini sebenarnya merupakan peninggalan dari masa perang kemerdekaan Indonesia.
Pada awal Perang Jawa tahun 1825, prajurit Pangeran Diponegoro mendirikan tenda dan kamp di Desa Sumberarum, Tempuran. Di lokasi tersebut, mereka melakukan pengeboran dan menemukan mata air yang ternyata lebih hangat dibandingkan sumber air lainnya.
Imam Fauzan, salah seorang pengelola pemandian air hangat di Desa Sumberarum, Magelang, menjelaskan bahwa sumber air di desa tersebut merupakan hasil buatan para prajurit Pangeran Diponegoro. Saat itu, prajurit tidak mengetahui adanya air hangat di sana. Mereka lalu memasang pipa dengan alat-alat sederhana seperti bambu.
Menurut penuturan Imam Fauzan, setelah bambu-bambu tersebut tersusun, air hangat itu disalurkan ke tenda-tenda tempat para prajurit Pangeran Diponegoro beristirahat.
Pertanyaan kemudian muncul mengenai asal mula air panas di sana, mengingat Desa Sumberarum tidak berada di dekat gunung berapi. Imam Fauzan menjelaskan bahwa air panas tersebut diyakini berasal dari sungai bawah tanah yang terletak di desa tersebut. Menurut kisah yang berkembang, sungai bawah tanah ini menjadi tempat beribadah bagi Pangeran Diponegoro.
Sayangnya, selama bertahun-tahun, mata air panas tersebut tidak dikelola dengan baik. Baru pada tahun 2019, warga setempat bekerja sama untuk memperbaiki sumber air dengan melakukan pengeboran. Sejak saat itu, jumlah pengunjung yang datang terus meningkat, tidak hanya dari kalangan lokal, tetapi juga dari berbagai daerah.
Imam juga menambahkan bahwa air di sana mengandung sulfur yang membuatnya hangat. Masyarakat percaya bahwa air dengan kandungan sulfur dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit.
Rasa airnya sendiri, menurut Imam, cenderung asin dan asam, sehingga mata air panas tersebut dikenal dengan sebutan Ngasinan. (Achmad Aristyan – Sumber: magelangekspres.disway.id)