Satu bulan jelang Tradisi Nokeso dan Neloso, para Toniasa ditempatkan di ruangan bernama Song’i.
Di berbagai wilayah Nusantara, upacara kedewasaan menjadi simbol penting dalam perjalanan hidup, termasuk di Sulawesi Tengah. Di kalangan masyarakat adat Salena dari suku Kaili Unde, tradisi untuk melepas masa kanak-kanak disebut Nokeso dan Neloso.
Upacara ini menjadi momen sakral bagi anak-anak yang berusia 12 tahun, di mana mereka akan menjalani serangkaian prosesi adat. Selama upacara, anak-anak ini disebut Toniasa, yang berasal dari singkatan “Tona nipaka asa,” bermakna individu yang tenang dan dewasa. Satu bulan sebelum Tradisi Nokeso dan Neloso digelar, para Toniasa ditempatkan di ruangan khusus bernama Song’i, di mana mereka dilarang menginjak tanah.
Selama di dalam Song’i, para Toniasa menjalani pelatihan kedisiplinan sesuai adat. Mereka wajib memukul tambur atau meniup seruling bambu sebelum beraktivitas seperti makan, minum, dan tidur.
Dulunya, Song’i dibangun dengan tangga dari bambu, dan dindingnya ditutupi kain khusus yang disebut mbesa. Menjelang malam upacara, kuku tangan dan kaki Toniasa dihias dengan pacar oleh ayahnya, yang disebut Langgai Ntoniasa. Suasana menjadi khidmat dengan alunan lagu-lagu adat yang dinyanyikan oleh para orang tua sebagai doa dan restu.
Baca juga: Kerbau Sakti Tolelembunga, Legenda Masyarakat Sulawesi Tengah
Prosesi Kedewasaan
Pada hari puncak upacara, saat matahari terbit, para Toniasa digendong menuju sungai untuk dimandikan sebagai simbol penyucian, kemudian mengenakan pakaian adat. Di balai pertemuan adat, Nokeso dilakukan, di mana gigi anak-anak tersebut digosok atau dikikir menggunakan batu khusus, dipimpin langsung kepala adat.
Setelah Nokeso, mereka diarak ke halaman balai adat atau bantaya, berjalan di bawah kain yang diusung, sambil mengelilingi bantaya. Rangkaian prosesi ini disebut Neloso, sebagai lambang kesiapan memasuki fase dewasa.
Sebagai simbol akhir, ayah dari Toniasa menombak kerbau yang disiapkan dan meletakkan kepala kerbau di depan balai adat. Para Toniasa duduk di atas kepala kerbau, dengan doa-doa dilantunkan tetua adat, meminta perlindungan, kelimpahan rezeki, dan kebahagiaan dalam hidup mereka. Dengan ini, Toniasa resmi dipandang sebagai individu dewasa yang siap memikul tanggung jawab.
Di beberapa tempat lain di Sulawesi Tengah, terdapat pula upacara kedewasaan serupa bernama Novati yang dilaksanakan suku Kaili etnis Da’a. Prosesi ini meliputi Vatibalia (penyiraman air suci) dan Vatingarai (pemasangan pernak-pernik adat) sebagai bentuk peralihan menuju kedewasaan yang bermakna dan penuh nilai budaya. (Sumber: budaya-indonesia.org)